Revisi UU ITE, Minta Maaf Tidak Cukup Untuk Kasus Intoleransi/Radikalisme, kata Komunikolog  Dr Emrus Sihombing

Hila Bame

Tuesday, 23-02-2021 | 22:03 pm

MDN

 

Jakarta, INAKORAN

Instruksi Kapolri melalui surat edaran kepada jajarannya terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE untuk melakukan mediasi sebelum perkara itu dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).


BACA: 

Presiden Jokowi Sebut Kunci Kemakmuran NTT Adalah Air

Presiden Jokowi Tinjau Infrastruktur Irigasi Food Estate Kabupaten Sumba Tengah, NTT

 


 

Instruksi tersebut mengundang pro dan kontra. Yang pro adalah M. Nasir Jamil,  Anggota Komisi III badan legislatif DPR RI mengatakan ini bagian dari restorative justice yang ingin dikembangkan oleh Kapolri, katanya.

 

 

Namun demikian  ada yang tidak setuju. Sebagian mempertanyakan apakah sudah tepat instruksi Kapolri tersebut, karena khawatir ujaran kebencian separatisme, intoleransi dan radikalisme akan semakin marak terjadi.

 

Sementara Dr. Emrus Sihombing,Pakar Komunikasi Politk sekaligus dosen Pascasarjana Universitas Pelita Harapan (UPH) mengatakan akan lebih baik kita membaca semua atau ikuti pesan pak Kapolri secara holistik, tandasnya pada  live di Radio RRI Pro 3 Selasa (23/2/21) 

Jadi tidak sekedar  minta maaf kalau ada pelanggaran. Tetapi beliau (Kapolri)  juga mengatakan bahwa kecuali dengan persoalan yang sifatnya radikalisme dan lain sebagainya yang mempunyai dampak sosial yang lebih luas. 

Bisa saja minta maaf, jika persoalan ujaran kebencian antara dua orang, langkah mediasi dimungkinkan, tidak perlu sampai ke tahap proses hukum, tandas Emrus. 

Solusi

Pada kesempatan live tersebut Emrus juga menyampaikan antara lain:

- Perlu dilakukan kajian menyeluruh isi UU ITE.

- Dilakukan kajian akademik terhadap revisi UU ITE oleh para komunikolog karena menyangkut konten (isi), bukan teknologi media. Jadi, persoalan isi pesan komunikasi.

- Pada revisi UU ITE perlu memuat BAB tertentu atau pasal tentang anti kejahatan komunikasi

 

KOMENTAR