Rupiah Jeblok Lagi, Tembus Rp15.825/US$
Jakarta, Inakoran
Rupiah kembali melemah, menembus level Rp15.825/US$ pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (27/3/2024). Ini merupakan level terendah sejak 2 November 2023.
BACA JUGA: Rekomendasi Saham yang Berpeluang Cuan Hari Ini, Rabu (27/3/2024)
Pelemahan rupiah di awal perdagangan ini dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah sidang perdana Mahakamah Konstitusi (MK) atas gugatan pilpres yang dilakukan oleh Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Selain itu, sentimen rilis data Amerika Serikat (AS) yang berada di atas ekspektasi pelaku pasar, adanya capital outflow, dan berbagai ketidakpastian lainnya juga menjadi penyebab pelemahan rupiah.
BACA JUGA: Rupiah Terkapar: Tembus Rp 15.800/US$
Data Refinitiv menunjukkan bahwa rupiah melemah 0,25% menjadi Rp 15.825/US$ pada pembukaan perdagangan hari ini. Sementara pada penutupan perdagangan Selasa (26/3), rupiah berakhir terapresiasi di level Rp15.785/US$. Penguatan ini memutus tren pelemahan sebanyak dua hari perdagangan sebelumnya.
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa pergerakan rupiah terhadap dolar AS beberapa waktu terakhir dipengaruhi oleh sentimen dari luar negeri. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Edi Susianto, menegaskan bahwa pergerakan sentimen global sangat berfluktuasi.
Kondisi saat ini dipicu oleh rilis data Amerika Serikat (AS) yang berada di atas ekspektasi pelaku pasar. Hal ini membentuk ekspektasi terhadap penurunan Fed Fund Rate secara waktu (timing) dan besarannya. Kendati demikian, Edi menegaskan BI selalu berada di pasar untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan valuta asing di pasar.
BACA JUGA: Pembiayaan Utang Negara Turun 60,3 Persen, Hanya Rp72 Triliun Sampai Pertengahan Maret 2024
Satria Sambijantoro, Head of Equity Research Bahana Sekuritas, mengatakan sebagian besar pelemahan rupiah disebabkan oleh aliran uang keluar dari obligasi. “Sebagian besar kelemahan mungkin berasal dari aliran keuangan, dengan pasar obligasi mencatatkan net-sell sebesar Rp8.2 triliun pada 18-21 Maret, dibandingkan dengan net buy sebesar Rp1.7 triliun di pasar ekuitas,” ungkap Satria.
Untuk saat ini, BI kemungkinan akan meningkatkan intervensi valuta asing, menurut Satria. Sejalan dengan Satria, Ekonom Samuel Sekuritas, Fithra Faisal, mengungkapkan bahwa BI selaku bank sentral perlu untuk melakukan intervensi jangka pendek agar mata uang Garuda tidak mengalami depresiasi yang signifikan.
KOMENTAR