Rupiah Kembali Menguat: Tembus Rp16.000 per Dolar AS

Sifi Masdi

Thursday, 16-05-2024 | 11:39 am

MDN
Rupaih Vs Dolar AS [ist]

 

 

Jakarta, Inakaoran

Mata uang Rupiah berhasil menguat dan menembus angka Rp16.000 per dolar AS pada perdagangan, Kamis (16/5/2024). Penguatan ini terjadi seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) yang berdampak pada penekanan nilai dolar AS.

 

Rupiah dibuka dengan melonjak 102 poin atau 0,64% menjadi Rp15.925,5 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS turun 0,14% ke level 104,198. Mata uang Asia lainnya juga cenderung naik, dengan dolar Taiwan naik 0,22%, won Korea Selatan naik 0,69%, peso Filipina naik 0,30%, ringgit Malaysia naik 0,46%, dan dolar Singapura naik 0,12%.

 

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memproyeksikan bahwa perdagangan hari ini akan menunjukkan fluktuasi pada mata uang rupiah, namun ditutup menguat di rentang Rp15.970-Rp16.070 per dolar AS.

 



BACA JUGA: 

Emiten MergeCo Segera Lahir: Hasil Merger XL Axiata dan Smartfren 

PT XL Axiata dan Smartfren Siap Merger: Apa Saja Tujuannya? 

Rekomendasi Saham Pilihan Hari Ini: Kamis, 16 Mei 2024 

Rupiah Menguat Terhadap Dolar: di Posisi Rp 16.083/US$

 


 

Pada Rabu, 15 Mei 2024, rupiah mengakhiri perdagangan dengan naik 0,45% atau 72 poin ke posisi Rp16.027 per dolar AS. Indeks dolar terpantau turun 0,14% ke level 104,74. Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak menguat terhadap dolar AS, termasuk yen Jepang, dolar Hong Kong, dolar Singapura, dolar Taiwan, dan won Korea.

 

 

 

Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa pasar saat ini semakin yakin bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lebih lanjut pada tahun 2024. Hal ini disebabkan oleh komentar dari Ketua The Fed, Jerome Powell, pada hari Selasa yang lalu.

 

Komentar Powell, khususnya bahwa kebijakan moneter saat ini cukup ketat untuk menurunkan inflasi, menjadi pendorong utama penurunan dolar. Namun, Powell juga memperingatkan bahwa bank sentral kehilangan kepercayaan bahwa inflasi akan mereda dengan cepat, dan bahwa tekanan harga bisa memakan waktu lebih lama untuk mencapai target tahunan bank sebesar 2%.

 

Indeks Harga Konsumen naik 0,3% dibandingkan bulan sebelumnya dan 3,4% dibandingkan tahun sebelumnya di bulan April, sebuah perlambatan dari bulan Maret. Inflasi inti, yang tidak mencakup biaya makanan dan bahan bakar, juga menurun.

 

Angka inflasi yang relatif di bawah ekspektasi menyebabkan imbal hasil Treasury 10-tahun turun 4,35%, level terendah dalam sebulan, dan memicu spekulasi baru mengenai penurunan suku bunga Fed segera pada bulan September. Menurut CME FedWatch Tool, sekitar 70% trader kini memperkirakan setidaknya satu pemotongan suku bunga pada pertemuan bulan September, peningkatan yang signifikan dari minggu lalu.

 

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia kembali mencatat surplus sebesar US$3,56 miliar pada April 2024. Surplus ini lebih rendah dibandingkan Maret 2024 yang sebesar US$4,58 miliar, sesuai ekspektasi para analis.

 

Meski neraca dagang April ini surplus, namun turun baik secara bulanan maupun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Surplus neraca dagang lebih ditopang oleh nonmigas sebesar US$5,17 miliar dengan komoditas yang menyumbang utama adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, besi dan baja.

 

KOMENTAR