Saham Milik Konglomerat Dorong Kenaikan IHSG  ke Level 7.600

Sifi Masdi

Tuesday, 29-07-2025 | 12:03 pm

MDN
Ilustrasi pergerakan saham [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) resmi menembus level psikologis 7.600 berkat kontribusi besar dari sejumlah saham emiten milik konglomerat Tanah Air. Pada penutupan perdagangan Senin (28/7/2025), IHSG tercatat berada di level 7.614,76, menguat 7,55% secara year-to-date (YtD).

 

Tak bisa dimungkiri, sederet saham milik taipan seperti Anthoni Salim, Toto Sugiri, Prajogo Pangestu, hingga keluarga Widjaja dari Grup Sinar Mas menjadi penopang utama kinerja indeks sepanjang tahun ini.

 

Secara sektoral, IDX Technology mencatat lonjakan tertinggi sebesar 124,06%, disusul IDX Infrastructure (naik 31,25%) dan IDX Basic Materials (naik 31,23%) sejak awal 2025.

 

Kontribusi terbesar terhadap penguatan IHSG datang dari saham PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) yang terafiliasi dengan Anthoni Salim dan Toto Sugiri. Saham pusat data ini sudah melonjak 723,57% YtD, menyumbang 355 poin terhadap IHSG. Tak hanya itu, DCII kini menjadi saham dengan harga tertinggi di Bursa Efek Indonesia, mencapai Rp346.725 per saham atau sekitar Rp34,67 juta per lot.

 

Dari Grup Sinar Mas, dua emiten unggulan juga masuk dalam jajaran top leaders IHSG: PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA): naik 78,11% dan PT Sinarmas Multiartha Tbk. (SMMA): naik 47,26%.

 


BACA JUGA:

Rekomendasi Saham Pilihan Hari Ini: Selasa (29/72025)

Harga Minyak Global  Naik: Dampak Kesepakatan Dagang AS-Uni Eropa

Harga Emas Antam Anjlok Rp 8.000: Selasa (29/7/2025)


 

Sementara itu, konglomerat Prajogo Pangestu juga mencetak sejarah lewat tiga saham andalannya:PT Barito Pacific Tbk. (BRPT): melonjak 168,48%; PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA): terbang 863,16%; PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA): naik 25,67%

 

Menurut riset Union Bank of Switzerland (UBS), BRPT punya masa depan cerah berkat dua pilar bisnis utamanya: energi terbarukan dan petrokimia. BRPT didukung oleh anak usahanya PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) yang menjadi pemain terbesar di sektor energi hijau Indonesia, dengan kapasitas mencapai 965 MW pada 2024.

 

UBS memperkirakan kapasitas BREN akan tumbuh ke level 1,8–2,4 GW antara tahun 2027 hingga 2032, didorong oleh proyek-proyek geothermal dan energi angin. Di sektor petrokimia, TPIA tetap menjadi produsen terbesar nasional dengan kapasitas 4,2 juta ton per tahun, meski sempat tertekan akibat oversupply global.

 

“Kami melihat peluang pemulihan di sektor petrokimia global seiring berkurangnya ekspansi China, meningkatnya permintaan, dan gejolak geopolitik,” tulis analis UBS Timothy Handerson dan Warayut Luangmettakul.

 

Sementara Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topang, menyebut bahwa dominasi saham-saham konglomerasi menjadi salah satu alasan utama di balik fase bullish IHSG saat ini.

 

“Sentimen positif juga datang dari peluang masuknya kembali saham konglomerasi ke dalam indeks MSCI, yang memperkuat ekspektasi investor,” jelas Ekky.

 

Dia juga menyoroti bahwa sektor-sektor strategis seperti ritel, properti, tambang, dan transportasi yang digarap para konglomerat menjadikan prospek bisnis mereka tetap kokoh. Pemulihan konsumsi dan peningkatan investasi domestik ikut menjadi katalis penguatan saham-saham ini, apalagi ditambah dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang mendongkrak likuiditas.

 

Menariknya, beberapa saham konglomerasi masih berada di valuasi yang tergolong murah, karena belum pulih sepenuhnya dari tekanan pasar tahun lalu. Ini membuka ruang apresiasi harga lebih lanjut. Selain itu, potensi aksi korporasi seperti: IPO anak usaha spin-off, Merger strategis  diperkirakan bakal menjadi pemicu peningkatan valuasi dalam jangka menengah.

 

Meski prospeknya menjanjikan, Ekky mengingatkan bahwa kompleksitas struktur usaha konglomerasi bisa menjadi hambatan. Terkadang, pertumbuhan pendapatan anak usaha tidak langsung tercermin dalam laba bersih induk perusahaan.

 

Selain itu, isu tata kelola perusahaan dan transparansi informasi masih menjadi perhatian, terutama untuk grup-grup besar yang memiliki banyak anak usaha tak tercatat di bursa. Sentimen negatif terhadap sektor tertentu, seperti properti atau logistik, juga dapat memengaruhi persepsi pasar terhadap holding secara keseluruhan.

 

Disclaimer:

Rekomendasi ini bukan merupakan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor.

 

KOMENTAR