Sengketa Lahan Pembangunan Bandara Antariksa di Biak
Jakarta, Inako
Tempo, 8 April 2022 mengangkat persoalan sengketa lahan tempat pembangunan Bandar Antariksa. Lahan seluas 100 ha itu berada di Desa Saukobye, Distrik Biak Utara.
Sebenarnya polemik ini adalah persoalan lama, tetapi belum tuntas. Oleh karena itu, saya menghimbau BRIN bersama pemerintah Biak, Papua untuk memulai kembali dialog guna memecahkan persoalan ini.
Baca juga: Puan Adakan Kunjungan Kerja ke Jawa Tengah, Ini Agendanya
Polemik ini harus diselesaikan dengan tepat, tidak boleh ada yang dikorbankan. Di satu sisi, hal ini terkait dengan kepentingan nasional karena sebagai bangsa besar, Indonesia akan lebih baik jika memiliki tempat peluncuran roket.
Di lain sisi, keberatan masyarakat adat seperti marga Abrauw harus juga didengarkan, diakomodir, sehingga pembangunan yang dilakukan menyenangkan semua pihak. Jangan ada yang ditinggalkan atau dikecewakan.
Betul bahwa LAPAN di tahun 2002 sudah mendapatkan sertifikat tanah itu dari Kantor BPN Kabupaten Biak Numfor tertanggal 20 Agustus. Namun, tidak semua marga di masyarakat adat Biak dilibatkan dalam musyawarah dan marga Abrauw tidak pernah menyerahkan atau menjual tanah itu.
Kalau LAPAN mendapatkan tanah itu dari pemilik hak ulayat, seperti dalam Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah Adat tertanggal 22 September 1980, persoalannya adalah tidak ada perwakilan dari marga Abrauw di situ.
Padahal, secara tata adat seperti dikatakan Ketua Dewan Adat Biak, Apolos Sroyer, marga Rumander dan marga Kapitaraw yang menandatangani surat itu tidak memiliki hak (semacam legal standing) untuk melepas hak ulayat karena strata sosial dua klan tersebut ada di bawah klan Abrauw.
Belum lagi lahan yang menjadi calon pembangunan Bandar Antariksa itu diduga berada dalam kawasan hutan lindung. Dalam Perda Nomor 23 Tahun 2013 disebutkan bahwa Kabupaten Biak Numfor merupakan area perlindungan keanekaragaman hayati dan kawasan lindung ekosistem bagi flora dan fauna yang hampir punah.
Namun, jika tetap mau melanjutkan pembangunan di tempat yang sama, maka pihak-pihak yang terlibat harus duduk bersama klan Abrauw untuk mencari solusi terbaik. Kalaupun ada kebuntuan maka bisa dipertimbangkan untuk mencari lokasi baru dengan catatan semua pihak harus dilibatkan sehingga keputusan yang diambil tidak memunculkan persoalan baru di kemudian hari.
Pembangunan Bandar Antariksa ini sangat penting untuk kedaulatan bangsa Indonesia dan saya selalu mendukung pembangunan yang dilakukan di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Akan tetapi, hak-hak masyarakat adat dan kelestarian ekosistem juga harus tetap diperhatikan. Semoga segara ada solusi terbaik..!!
Penulis: Toenjes Swansen Maniagasi (Ketua PERADI Perjuangan Papua)
TAG#Antariksa, #Biak, #Ramadhan, #Mudik
182257267
KOMENTAR