Skema PPK Full Call Auction Bikin Investor Menjerit

Sifi Masdi

Monday, 08-04-2024 | 11:53 am

MDN
Ilustrasi pergerakan saham di bursa [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

 

Kebijakan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait papan Pemantauan Khusus (PPK) full call auction dan maraknya saham-saham IPO dengan fundamental buruk telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor. Banyak di antara mereka merasa dirugikan, terutama investor ritel seperti Tonny Hermawan Adikarjo.

 

BACA JUGA: JP Morgan dan Blackrock Lepas Saham Telkom, Ada Apa yang Tejadi?

 

Skema full call auction yang diterapkan oleh BEI tidak menunjukkan adanya penawaran beli (bid) dan penawaran jual (offer) seperti perdagangan secara continuous auction atau perdagangan reguler saham pada umumnya. Hal ini telah memicu kepanikan pasar dan membuat cukup banyak saham yang harganya turun drastis.

 

Investor yang tidak memiliki saham menjadi takut untuk membeli saham, sedangkan investor yang sudah memiliki saham cenderung melakukan panic selling dan menjual sahamnya di harga batas bawah atau ARB.

 

 

 

 

Saat ini, ada sekitar 221 saham atau 24% dari 914 emiten yang masuk papan pemantauan khusus. Hal ini telah membuat banyak investor ritel mengalami kerugian. Padahal, para investor sejatinya mau membeli saham karena percaya dengan screening dari BEI dan OJK terhadap emiten yang akan listing.

 

BACA JUGA: Jelang Lebaran Investor Asing Jual Saham Senilai Rp 7,87 Triliun

 

Namun, banyak di antara investor ritel yang menjual sahamnya karena merasa tidak percaya dengan BEI dan memindahkan investasinya ke mata uang kripto yang saat ini sedang marak. Hal ini telah berdampak pada terjadinya capital outflow.

 

Berdasarkan data BEI, setidaknya ada 17 emiten yang baru menggelar IPO dalam kurun waktu 2021 hingga 2024 tetapi telah masuk dalam Papan Pemantauan Khusus. Misalnya, PT Mitra Pedagang Indonesia Tbk. (MPIX) yang listing pada 7 Februari 2024, langsung dijebloskan ke dalam papan pemantauan khusus pada 20 Maret 2024.

 

Menurut Tonny, BEI perlu tegas dalam menyeleksi saham-saham yang akan melakukan penawaran umum perdana (IPO), salah satunya dengan mempertimbangkan berbagai rencana ekspansi calon emiten.

 

 

BACA JUGA: Transaksi Saham SIDO Hari Ini Jadi Sorotan, Capai Rp 3,70 Triliun

 

Ia menyarankan BEI harus membuat aturan, kalau perusahaan yang IPO hanya untuk perusahaan yang mau ekspansi bukan mau exit, dengan membuat aturan pemegang saham pengendali minimal tetap memiliki 50% saham perusahaan.

 

Dengan demikian, investor dapat merasa lebih aman dan percaya terhadap pasar saham Indonesia. Selain itu, hal ini juga dapat membantu mencegah terjadinya capital outflow dan menjaga stabilitas pasar saham.

 

 

KOMENTAR