Mantan Sekjen ASEAN Ong Keng Yong: Tanpa Indonesia, ASEAN Mungkin Tidak Akan Pernah Ada

Jakarta, Inako
Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN periode tahun 2003-2008, Ong Keng Yong, menyatakan bahwa "tanpa Indonesia, ASEAN mungkin tidak akan pernah ada".
.jpeg)
Hal itu disampaikannya pada Diskusi yang diadakan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) DKI Jakarta, Sabtu (1/8).
BACA JUGA: Xi Jinping Prioritaskan Modernisasi Angkatan Bersenjata China Agar Berkelas Dunia
Menurut Ong Keng Yong, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara, yakni sekitar 270 juta jiwa, merupakan pasar yang sangat atraktif atau memiliki daya tarik tinggi. Volume perekonomian Indonesia sekitar USD 3 triliun merupakan sekitar 30-35% atau sepertiga volume total perekonomian ASEAN menjadikan Indonesia berperan penting di organisasi regional tersebut.

BACA JUGA: Bilveer Singh: Media Barat Tidak Berimbang Memberitakan Aksi Teror Pelaku Kulit Putih
Ong yang saat ini juga menjabat Deputi Direktur Eksekutif S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) pada Nanyang Technological University (NTU), Singapura, menilai bahwa diantara ratusan negara kecil hingga besar di dunia saat ini, Indonesia merupakan "kekuatan menengah" (middle power) yang diperhitungkan di dunia bersama-sama Filipina mewakili ASEAN. Dengan masing-masing jumlah pulau 17 ribu lebih dan antara 7000-8000 pulau serta populasi masing-masing sekitar 270 juta dan 100 juta jiwa.
.jpeg)
Menjawab pertanyaan salah seorang peserta mengenai tantangan-tantangan yang dihadapi ASEAN yang paling signifikan saat ini, Dubes Ong tegas menyebut, dalam jangka pendek adalah memulihkan kembali perekonomian negara-negara anggotanya dari dampak pandemi Covid-19, dalam kurun 2-3 tahun mendatang, bagaimana mengembalikan gairah warga negara-negara ASEAN untuk berwisata dan mendorong bangkitnya kembali pariwisata di ASEAN, serta dalam jangka panjang, berupaya mencari solusi yang efektif terhadap klaim historis Tiongkok terhadap 80 persen wilayah perairan Laut China Selatan.

BACA JUGA: Menkumham Yasonna H. Laoly mengapresiasi Polri atas penangkapan Joko Tjandra
Terkait isu yang disebut terakhir adalah klaim Tiongkok dan 4 negara anggota ASEAN (Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei) atas wilayah perairan Laut China Selatan, yang selama ini dianggap Tiongkok menempatkan mereka dalam posisi "berhadap-hadapan" dengan ASEAN. Padahal ASEAN sebagai organisasi tidak pernah ikut menyatakan mendukung klaim negara-negara anggotanya di Laut China Selatan.
Sejak didirikan oleh 5 negara Asia Tenggara, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand pada 8 Agustus 1967, ASEAN tumbuh menjadi organisasi regional dengan "kekuatan" yang sanggup menghimpun tidak hanya negara-negara anggotanya, namun juga dengan negara-negara mitra eksternalnya untuk melakukan pertemuan-pertemuan membahas isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.

BACA JUGA: Kepedulian Hari Raya Idul Adha di Masa Transisi covi19
Ke depannya, agenda organisasi regional di Asia Tenggara itu adalah mewujudkan suatu Masyarakat ASEAN (ASEAN Community) dengan ke-3 pilarnya, yaitu Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN.
Kunci keberhasilan mewujudkan ketiga agendanya tersebut, tegas Ong, yang juga Ambassador-at-Large pada Kemlu Singapura, adalah keseimbangan, dengan negara-negara ASEAN dalam merealisasikan agenda mereka dengan seimbang, misalnya untuk mendorong terciptanya perekonomian yang baik, lowongan kerja, lingkungan hidup, dan peluang menempuh pendidikan secara adil dan terbuka.
Dalam memperkuat persatuan, kesatuan, dan solidaritasnya, negara-negara ASEAN sepakat saling berbagi dan peduli satu sama lain (sharing and caring comnunity).
Peran Ormas Islam
Sementara itu, pembicara lainnya pada Diskusi yang sama, Philips Jusario Vermonte, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyinggung kesan publik di masa lampau mengenai ASEAN sebagai organisasi yang proses kerja sama dan kesepakatannya top-down, yang didominasi pemerintah negara-negara anggotanya, tanpa interaksi kelompo-kelompok masyarakat antar negara anggota (people-to-people interactions). Saat ini diamatinya terjadi peningkatan saling kunjung kelompok-kelompok masyarakat antar negara ASEAN selain saling kunjung delegasi pemerintahnya.
BACA JUGA: Koalisi Lintas Agama Perangi Perdagangan Manusia
Menyinggung peran Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di ASEAN, Philips mengungkapkan bahwa populasi Muslim jumlahnya sekitar 42 persen dari total jumlah penduduk negara-negara ASEAN.

Secara geologis, kawasan ASEAN terletak di wilayah yang rentan terjadi bencana alam. Dalam kaitan ini, ormas Islam besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dapat berperan dengan memanfaatkan unit-unit penanggulangan bencana masing-masing dalam mitigasi, pencegahan, dan penanggulangan bencana. Ormas-ormas Islam Indonesia dapat juga berperan mempererat jejaring kerja dalam upaya turut memelihara perdamaian dan stabilitas di ASEAN, serta memberi saran kepada pemerintah dalam upaya memberantas terorisme dan melakukan deradikalisasi.
BACA JUGA: Presiden Trump Larang Warga AS Gunakan TikTok
Philips menyebut peran yang dapat dilakukan Indonesia sebagai negara Islam moderat untuk membantu menengahi masalah perlawanan kelompok Muslim bersenjata di Pattani, Thailand Selatan, dan Moro di Filipina Selatan, atau dengan membantu membangun infrastruktur jalan dan sekolah, misalnya.
Menjelang ulang tahun ke-53 ASEAN, baik Dubes Ong Keng Yong maupun Philips Vermonte sependapat pentingnya membangkitkan kesadaran publik di seluruh negara anggota ASEAN mengenai ASEAN. Untuk itu keduanya sepakat perlunya pemerintah negara-negara anggotanya memberikan tanggung jawab atau mandat lebih besar kepada Sekretariat ASEAN untuk mengadakan program-program pelibatan sebanyak-banyaknya lapisan masyarakat sebagai upaya memperkenalkan lebih jauh mengenai ASEAN dan bahwa ASEAN tetap relevan hingga kini.
Dalam kaitan itu, moderator Diskusi, Tjoki Aprianda Siregar dari ISNU DKI Jakarta, mengamati, tantangan ASEAN dari dulu hingga kini adalah belum banyak warga negara-negara anggotanya aware atau mau tahu mengenai ASEAN. Di Indonesia, masih banyak saudara-saudara sebangsa yang belum tahu dan tidak mau tahu mengenai ASEAN, bahwa Indonesia adalah negara pendiri dan terbesar di ASEAN, serta merupakan perekonomian terbesar di ASEAN. Sesungguhnya Indonesia adalah Pemimpin ASEAN.
.jpeg)
Menurut Tjoki, apabila saudara-saudara sebangsa tidak aware atau tidak mau tahu mengenai ASEAN, bagaimana Indonesia sebagai negara besar bisa menunjukkan kebesarannya sebagai Pemimpin ASEAN.
KOMENTAR