APBN September 2025 Tekor Rp 371,5 Triliun, Setoran Pajak Mandeg

Jakarta, Inakoran
Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) September 2025 menunjukkan tekanan yang semakin nyata. Pemerintah mencatat defisit anggaran mencapai Rp371,5 triliun, seiring melemahnya penerimaan pajak dan lambatnya realisasi belanja negara.
Laporan tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Selasa (14/10/2025). Dalam paparannya, Purbaya menjelaskan perkembangan APBN hingga September 2025, kondisi ekonomi terkini, serta respons pemerintah terhadap berbagai tantangan fiskal.
Hingga akhir September 2025, pendapatan negara tercatat sebesar Rp1.863,3 triliun, atau 65% dari target dalam outlook tahun ini sebesar Rp2.865,5 triliun. Sementara itu, belanja negara mencapai Rp2.234,8 triliun atau 63,4% dari target sebesar Rp3.527,5 triliun.
Artinya, dalam tiga bulan terakhir tahun ini, pemerintah perlu mengebut penyerapan anggaran sebesar Rp1.292,7 triliun atau sekitar 36,4% dari total target untuk mencapai sasaran belanja tahunan.
Kondisi tersebut membuat APBN mencatat defisit Rp371,5 triliun, setara 1,56% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu, keseimbangan primer masih mencatatkan surplus Rp18 triliun, lebih baik dari desain awal yang diperkirakan defisit Rp109,9 triliun.
“Tren ini menunjukkan bahwa APBN tetap adaptif dan kredibel, menjaga keseimbangan antara dukungan terhadap pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal jangka menengah,” ujar Purbaya.
BACA JUGA:
Surplus Pasokan Picu Harga Minyak Global Anjlok
IHSG Dibuka Menguat: WIFI dan ARCI Jadi Pendorong Indeks
Harga Emas Antam Naik Rp23.000 per Gram: Rabu (15/10/2025)
Pemerintah semula merancang defisit APBN 2025 sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB. Namun, dalam laporan semester I/2025, DPR dan pemerintah sepakat memperlebar defisit menjadi 2,78% dari PDB. Dengan capaian defisit 1,56% hingga September, ruang fiskal pemerintah masih ada, tetapi risiko pelebaran tetap mengintai bila penerimaan pajak tak segera membaik.
Setoran Pajak Mandeg
Sumber utama pelemahan APBN berasal dari penerimaan pajak yang masih loyo. Hingga September 2025, realisasi pajak hanya Rp1.295,3 triliun, turun 4,4% secara tahunan (YoY) dan baru mencapai 62,4% dari target sebesar Rp2.076,9 triliun.
Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu, pemerintah telah mengumpulkan 70% dari total target pajak 2024. Artinya, kinerja penerimaan pajak tahun ini tertinggal cukup jauh. Menurut Purbaya, penurunan penerimaan ini terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas migas dan tambang yang menekan kontribusi sektor tersebut terhadap kas negara.
Rinciannya, PPh Badan hanya mencapai Rp215,1 triliun atau turun 9,4%, sementara PPN bahkan terkontraksi lebih dalam hingga 13,2% atau hanya senilai Rp474,4 triliun.
Menanggapi melemahnya penerimaan, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh tingginya restitusi pajak atau pengembalian kelebihan bayar pajak kepada wajib pajak.
“Tahun ini terjadi peningkatan restitusi pajak. Restitusi ini artinya dikembalikan kepada masyarakat, kepada dunia usaha, sehingga uang itu kembali beredar di tengah-tengah perekonomian,” ujar Suahasil.
Ia menambahkan, jika dihitung secara bruto, penerimaan pajak sebenarnya meningkat dari Rp1.588,2 triliun (Januari–September 2024) menjadi Rp1.619,2 triliun (Januari–September 2025). Artinya, secara fundamental penerimaan masih tumbuh, hanya saja tekanan dari restitusi mengurangi hasil bersih yang masuk ke kas negara.
KOMENTAR