Bergerak Untuk Membebaskan Rakyat?

Timoteus Duang

Tuesday, 26-04-2022 | 11:27 am

MDN
Toenjes Swansen Maniagasi (Gubernur LIRA Papua)

 

Oleh: Toenjes Swansen Maniagasi (Gubernur LIRA Papua)

Sejarah perjalanan bangsa Indonesia, menunjukan pawang ‘mahasiswa’ mampu melumpuhkan kekuasaan yang tiran dan korup. Di tahun 1965 Mahasiswa berhasil menjadi pawang yang menaklukkan harimau turun.

 

Bahkan tidak hanya menaklukkan sang harimau, Mahasiswa juga berhasil menjungkalkan Majikan Sang Harimau. Dalam keadaan yang secara politis sangat terjepit, Soekarno akhirnya mengundurkan diri.

Dalam konstalasi politik yang hampir serupa, tahun 1998 Harimau kembali turun dari gunung untuk yang kesekian kalinya, dan kali ini Mahasiswa kembali berhasil menjadi pawang untuk menjinakkan rezim orde baru. Soeharto berhasil dipaksa turun.

Jika minggu-minggu ini mahasiswa kambali turun ke jalan berarti ada persoalan krisis.  Check and balance tidak ada lagi. Aspirasi-aspirasi rakyat tidak ditanggapi oleh kekuasaan, pintu-pintu demokrasi mandeg.

Kondisi ekonomi semakin melarat, pendapatan masyarakat bawah nyaris tidak ada sementara harga barang dan jasa, kebutuhan hidup terus naik.

Celakanya legislatif kita hanya menjadi penghamba kekuasaan, tidak menjalankan lagi tugasnya sebagai pengawas, kontrol pada eksekutif bahkan cenderung sepakat untuk menjaga status quo.

 


Baca juga

Rekonstruksi Sistem Kerja KPU RI untuk Mewujudkan Pemilu Bermartabat


 

Gerakan ini hadir untuk menjebol tembok-tembok yang membatasi demokrasi. Eksekutif--legislatif—yudikatif sudah melebur jadi satu. Terjadi monopoli kebenaran. Gerakan mahasiswa hadir—menjadi pawang untuk merobohkan dinding-dinding arogansi tersebut.

Perlu diingat dalam berbagai rentang sejarah Indonesia, gerakan mahasiswa merupakan gerakan politik-moral.

Gerakan mahasiswa hari ini 11 April 2022 oleh oganisasi-organisasi mahasiswa intra kampus seperti BEM SI dan BEM Nusantara dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) karena disatukan agenda bersama yaitu kenaikan harga BBM ditengah krisis ekonomi, kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, kasat kusut IKN, dan isu penundaan pemilu sampai kenaikan berbagai kebutuhan pokok. “RAKYAT MAKIN TERHIMPIT… MAHASISWA BERGERAK…”.

Isu yang mereka usung saling terhubung satu sama lain. Contoh pengendalian kenaikan harga BBM—Pangan, dan isu IKN hanya bisa diatas kalau isu “penundaan” pemilu diselesaikan terlebih dahulu.

Jadi isu penundaan pemilu menjadi isu sentral. Memang Presiden Joko Widodo sudah memberi signal untuk tidak menunda Pemilu.

 


Baca juga

Polemik Pupuk Bersubsidi (1/3)


 

Namun para mahasiswa meminta ketegasan sikap Presiden sebagai akibat adanya sejumlah partai anggota koalisi dan berani meresufle menteri yang menghendaki penundaan pemilu.

Lalu muncul isu sebagai turunan yaitu kekhawatiran aksi mahasiswa hari ini akan dihadang atau mendapatkan provokasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan kemudian aparat keamanan melakukan tindakan repressif.

Hal ini didasarkan pada kejadian berupa gangguan fisik yang minimpa beberapa aktivis mahasiswa yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal akhir- akhir ini.

Jika tindakan represif terjadi, maka persoalan baru akan muncul sehingga keadaan semakin ruwet.

Solusi Jangka Pendek

Menurut saya ada beberapa jalan keluar logis yang bisa diusung mahasiswa untuk membuat pemerintah berpikir ulang untuk mengambil kebijakan menaikkan harga BBM, PPN 11 persen, harga minyak goreng, dan isu IKN.

Pertama, pembatalan BLT dan meminta pemerintah untuk menggunakan anggaran tersebut untuk mensubsidi kembali BBM. Hal yang sama juga untuk minyak goreng. Kebijakan BLT ini ditinjau dari berbagai sudut pandang tidak efektif.

Anggaran BLT yang mencapai Triliunan hanya memiliki selisih sedikit dengan target penghematan anggaran apabila harga BBM. Rakyat tak butuh uang yang hanya akan menjadi obat penenang.

Pastikan saja pasokan energi aman sehingga bahan-bahan pokok juga tetap stabil. Cukup, itu saja.

 


Baca juga

Polemik Pupuk Bersubsidi (2/3)


 

Kedua, menuntut kenaikan harga BBM untuk sementara hanya berlaku di kota-kota besar yang telah memilki infrastruktur dan angkutan umum yang sudah cukup mapan dan layak seperti Jabodetabek.

Hal ini ditambah pula dengan adanya pengecualian bahwa angkutan umum dan sarana transportasi yang terkait dengan kegiatan ekonomi seperti truk, pickup, tetap dapat menikmati BBM bersubsidi.

Ini terkait dengan studi yang menyatakan bahwa subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran, karena yang lebih menikmati adalah orang kaya.

Dan dengan anggapan bahwa kota-kota besar adalah sarang konglomerasi, dan rakyat kecilnya sangat bergantung dengan angkutan umum, maka kebijakan ini akan terasa sangat tepat sasaran. Proyeksi jangka panjang, hal ini juga akan berlaku di kota-kota lain.

Ketiga, walaupun dampaknya secara fisik dan materi sangat kecil, saya rasa ada baiknya mahasiswa memaksa seluruh elemen kekuasaan terutama eksekutif dan legislatif untuk menandatangani kesepakatan menghemat biaya-biaya yang turut menguras APBN.

Prioritaskan kepentingan rakyat jangan buang-buang anggaran untuk hal-hal yang tidak urgent dan mendesak. Contoh, beberapa hari lalu viral anggaran ganti gorden rumah dinas DPR RI sebesar RP. 90 juta/Anggota.

Atau gaji Presiden, menteri, anggota legislatif, rela tidak digaji dalam setahun dan hanya mendapatkan tunjangan untuk melaksanakan pekerjaanya. Sudah saatnya mereka membuktikan bahwa mereka memang dipilih utnuk sama-sama merasakan penderitaan rakyat.

 

 

KOMENTAR