BPN Mabar Diharapkan Adopsi Hukum Adat Manggarai Menghindari Karut Marut Sertifikasi Tanah

Hila Bame

Tuesday, 07-09-2021 | 07:19 am

MDN

 

JAKARTA, INAKORAN

 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960  bersandar  pada hukum adat atau, dengan kata lain, sebelum UU itu ada, yang mengatur, menata seluk beluk pertanahan di bumi pertiwi adalah hukum adat , tegas Dr. Aartje Tehupeiory, Pakar Hukum Agraria / Dosen Pascasarjana Hukum Agraria UKI Jakarta,  menjawab Inakoran com, Sabtu (4/9/21). 


BACA:  

Mafia Tanah di Ke'e Batu-Boe Batu, Labuan Bajo, Segera Dilaporkan ke Bareskrim Polri, kata Petrus Selestinus

 


"Karena itu persolan agraria, penting menata kembali Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Perda sampai SK Bupati.  

Dan, tanah bagi pemerintah daerah  bukan hanya sumber ekonomi bagi masyarakatnya, tapi merupakan lumbung pendapatan pemda,  dari pajak penjualan tanah, pajak HGB, pajak bumi dan bangunan serta pajak lainnya yang bersentuhan dengan tanah yang setiap tahun dibayar pemilik tanah", tutup Artje. 

 Dalam kasus tanah adat, ada kasus yang menyedot perhatian masyarakat Manggarai yaitu kasus Camat Boleng Bonafantura Abunawan.  Berbagai berita media memberitakan bahwa  Camat Boleng Bonafantura Abunawan, yang mengaku dirinya "Pemangku Adat Ulayat Mbehal"  yang pengakuan sepihak,  membuat pernyataan "Wau Pitu Gendang Pitu Tanah Boleng" yang batas Ulayat Mbehal.

Pernyataan ini menghilangkan tanah adat kampung lain yaitu kampung adat Rareng, kampung adat Wangkung, Terlaing, Rai, Tebedo dan sebagian Lancang yaitu lingko Menjerite. Atas dasar ini, ia dipenjarakan di Polda NTT beberapa waktu lalu, ujar Hendrik  Jempo, Tua Gendang Terlaing.
 
Karena ada karut-marut ini maka BPN melakukan pembenahan dengan minta arahan dan petunjuk Pemda Mabar, lanjut Gempo

Pada tanggal 23 Juli 2021, Badan Pertanahan Nasional Manggarai Barat menyurati Bupati Mabar meminta petunjuk terkait permasalahan wilayah administrasi desa, wilayah administrasi adat dan kelembagaan adat di lokasi Menjerite. Demikian kata Deny N, seorang warga Labuan Bajo kepada Inakoran. 

 Dalam surat jawaban ke BPN Mabar tanggal 24 Agustus 2021, Bupati Edi Endi menegaskan bahwa;

Lingko Menjerite adalah milik masyarakat Lancang dan Lingko Nerot milik masyarakat Terlaing. Sedangkan soal administrasi desa, dua lokasi itu berada di Desa Batu Cermin dan Lurah Wae Kelambu, tambah Deny.

 

 "Permintaan arahan dan petunjuk oleh BPN kepada Bupati Mabar dan jawaban Pemda ke BPN adalah langkah jitu dan strategis dalam menempatkan posisi lingko Menjerite dan Nerot, tambah Deny. 
 
Mungkin baru pertama kali dalam sejarah,  BPN melakukan koordinasi dengan Pemda Mabar soal proses penerbitan tanah Ulayat di Mabar, tambah Deny. Selama ini ratusan sertifikat diterbitkan tanpa peduli alas hak tanah adat dan memang ini jadi bom waktu persoalan tanah adat di Mabar, jelas Deny lagi.

Lewat seorang pendamping masyarakat adat, masyarakat Lancang dan Terlaing menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Rosi Rebeca, bagian sengketa di BPN Mabar  dan kepada Plt asisten satu Pemda Mabar atas prakarsa menyelesaikan posisi lingko Nerot dan Menjerite, tambah Deny.


BACA: 

Bongkar Mafia Tanah, Pakar Hukum Agraria Mendorong Pemerintah Lebih Serius Benahi Persoalan Tanah di Indonesia

 


Salah satu poin penting dalam surat arahan dan petunjuk itu, Bupati Edi Endi menegaskan bahwa tanah adat di Manggarai harus didasari persekutuan adat yaitu ada tua golo (ketua adat), tua gendang (ketua rumah adat), tua teno atau tua pasa (petugas adat pembagi tanah) tua ame (ketua turunan).

Persekutuan ini diikat dalam lima pilar yaitu mbaru gendang (rumah adat), compang (Mesbah sakral) natas (halaman adat) wae tiku (mata air adat) dan lingko (tanah adat). Ini satu-kesatuan yang tidak terpisahkan adat Manggarai.

Terkenal dengan istilah Manggarai "Gendang one lingko peang", tambah Deny.

 

baca:  

Ini Cara Kerja Mafia kata Dr. Aartje Pakar Hukum Agraria dan, Masyarakat Sepang Nggieng Terancam Terorisme dibalik Gurita Mafia Tanah




baca:  

Lindungi Investasi, Polri Bentuk Satgas Anti Mafia Tanah

 


Dalam surat ke BPN itu juga Bupati membuka ruang publik mempersilahkan siapa saja mengklaim lingko Nerot dan Menjerite. Tetapi tidak asal klaim tetapi harus dilengkapi dokumen adat seperti lima pilar dan perangkat persekutuan adat. Juga  peta tapal batas, pengakuan desa atau Lurah dan camat. Jika tidak ada dokumen pendukung dan asal sanggah saja di BPN, ini pengganggu dan penghambat pembangunan Manggarai Barat, tambah Deny.

 

KOMENTAR