Dominikus Darus: Caci Adalah Perayaan Kehidupan
Jakarta, Inako
Praktisi dan pencita budaya Dominikus Darus merasa bersyukur bisa mengambil bagian dalam kegiatan Festival Budaya Mangggarai kali ini sebagai MC atau Host acara.
Ia menjelaskan, Ferstival Budaya dalam istilah Manggarai adalah Randang Adat. Randang berarti festival dan adat berarta budaya. Festival Budaya yang diselenggarakan di Jakarta ini yang jauh dari induk Budaya Manggarai, mau menunjukkan bahwa budaya itu selalu dinamis.
BACA JUGA: IKMKJ Apresiasi Kerja Keras KPM Gelar Festival Budaya Manggarai
Menurut pria yang akan maju sebagai Caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Manggarai Timur, NTT ini, caci berasal dari budaya perang. Tetapi kemudian budaya perang itu mengalami transformasi menjadi sebuah tarian atau pertunjukan dalam permainan caci. Karena itu, caci dapat disebut juga sebagai Tarian Perang.
Terkait kehadiran pewakilan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko, pria yang akrab disapa Domi itu mengatakan bahwa itu merupakan tanda dukungan konkret pemerintah terhadap Festival Budaya Manggarai kali ini yang diinisiasi oleh Komunitas Perempuan Manggarai (KPM).
Menurut Pengacara dan Konsultan Hukum ini, Caci bagi orang Manggarai merupakan perayaan kehidupan dan kegembiraan. Kegembiraan warga Manggarai saat ini semakin memuncuk ketika perwakilan pemerintah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ikut ambil bagian dalam Paki Reis di pertunjukan caci dan danding bersama dengan ase kae Manggarai.
Warisan Budaya
Sementara Ketua Ikatan Keluarga Manggarai Kebon Jeruk Jakarta (IKMKJ) Pelibertus Jehani, mengatakan bahwa Budaya Manggarai, termasuk caci di dalamnya, merupakan warisan yang sangat berguna bagi masyarakat Manggarai.
BACA JUGA: Pemprov Jawa Tengah Sambut Baik Rencana Festival Internasional Wisata Kebugaran 2023
“Saya lihat festival ini, selain akan menyatukan kita sebagai orang Manggarai tetapi ini dapat kita kembangkan untuk kemajuam ekonomi. Warisan kita dari para leluhur bukan saja tanah, tetapi juga kebudayaan yang tidak akan habis, sepanjang kita kreatif dan terus beradaptasi,” tutur Pengacara dan Konsultan Hukum ini.
Menurut pengacara asal Manggarai Barat ini, eksistensi caci dan seluruh tatanan sosial masyarakat Manggarai, mulai dari kelahiran hingga kematian; cara pandang tentang semesta, sesama dan tentang Morin agu Ngaran (Tuhan Allah), dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, merupakan wahyu bagi orang Manggarai.
“Karena itu, kita semua dipanggil untuk melestarikan dan mengembangkannya, sehingga generasi muda Manggarai tidak akan tercabut/terpisah dari akar budaya dan menjadi layu saat menggandrungi kebudayaan lain tanpa menyatu dengan ‘rohnya” tambah Liber.
Ca Manggarai
Di tempat yang sama, Ketua Komunitas Perempuan Manggarai (KPM) Emmiliana mengakui festival budaya Manggarai merupakan salah satu program kerja mereka sejak KPM berdiri tahun 2017 lalu.
Ia mengakui KPM akan menyelenggarakan festival budaya setiap tahun karena mereka mempunyai tanggung jawab melestarikan nilai-nilai luhur atau kearifan budaya Manggarai.
Emi kemudian memberikan penjelasan terkait makna di balik tema festival budaya tahun ini, “Ca Nai, Ca Manggarai, Tana Kuni Agu Kalo”.
Menurut Emi, tema ini berangkat dari keprihatinan terkait banyaknya kelompok orang Manggarai di Jabodetabek dan masing-masing dari mereka berkelompok berdasarkan kecamatan.
Ia mengakui bahwa pengelompokan berdasarkan kecamatan menimbulkan kesan bahwa orang Manggarai diaspora di Jabodetabek seolah-olah terpecah-pecah, padahal sebenarnya tidak demikian.
“Yang bisa menyatukan orang Manggarai di Jabodetabek adalah budaya. Karena itu budaya adalah perekat. Saya yakin lewat pentas budaya, dalam bentuk pertunjukan caci, Misa inkulturasi, Sanda, Ndanding, Mbata, Tarian rangkuk Alu, serta fashion show kain songke, warga Manggarai di Jabodetabek kembali menyatu sebagai orang Manggarai,” tegas Emi.
KPM Sebagai Siri Bongkok
Selanjutnya Wakil Ketua Ikatan Keluarga Manggarai Bekasi (Ikamasi) Sipri Semaun mengungkapan kegiatan festival budaya Manggarai selama dua hari di Taman Mini, merupakan bentuk perawatan budaya.
Ia mengaku usungan tema Ca Nai, Ca Manggarai, Tana Kuni Agu Kalo, dalam festival budaya kali ini, sangat penting untuk refleksi hidup orang-orang Manggarai yang berada di tanah rantau.
Ia mengatakan tema ini mengungkapan tentang pentingnya semangat kesatuan dan persatuan di antara orang-orang Manggarai.
BACA JUGA: Respons Ridwan Kamil Soal Potensi jadi Cawapres Ganjar
Menurut Sipri, kegiatan festival kali ini dapat terselenggara dengan baik berkat kerja keras Komunitas Perempuan Manggarai atau KPM. Sipri pun memberikan apresiasi yang tinggi kepada Komunitas Perempuan Manggarai yang telah mengambil inisiatif menyelenggarakan festival budaya ini.
Karena itu, Sipri sepakat dengan Ase Kae Manggarai lainnya, untuk menyematkan Komunitas Perempuan Manggarai ini sebagai Siri Bongkok. Secara harfiah Siri Bongkok berarti tiang penyangga utama dalam sebuah rumah adat atau Mbaru Gendang.
“Dengan predikat Siri Bongkok, maka itu berarti bahwa Komunitas Perempuan Manggarai menjadi garda terdepan dalam mewariskan budaya leluhur Manggarai,” tegas Sipri.
KOMENTAR