Efek Domino Pemangkasan Anggaran Rp 306 Triliun: Pengangguran Meningkat dan Mandeknya Layanan Publik

Jakarta, Inakoran
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berfokus pada efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan total penghematan mencapai Rp306,69 triliun, keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang konsekuensi jangka panjang bagi masyarakat dan perekonomian nasional.
Dua pos utama yang disasar dalam pemangkasan tersebut adalah belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) sebesar Rp256,1 triliun dan pemotongan alokasi dana transfer ke daerah (TKD) senilai Rp50,59 triliun.
Meskipun efisiensi anggaran seringkali dianggap sebagai langkah untuk memperbaiki pengelolaan keuangan negara, dampak negatif yang ditimbulkan dapat lebih besar daripada yang diperkirakan.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, menekankan bahwa pemangkasan anggaran yang dialokasikan untuk program-program prioritas akan memicu dampak signifikan terhadap perekonomian domestik. Salah satu dampak langsung yang paling terlihat adalah peningkatan angka pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja ribuan tenaga honorer.
BACA JUGA:
Rekomendasi Saham Pilihan: Kamis (13/2/2025)
Demi Makan Bergizi Gratis, Prabowo Rela Pangkas Anggaran Infrastruktur Hingga Rp 81 Triliun
Prabowo Targetkan Hemat Anggaran Capai Rp 306,69 Triliun: Sektor Pariwisata Makin Terseret
Ketua DPD Usulkan Makan Bergizi Gratis Dibiayai Pakai Uang Koruptor
"Kondisi ini dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menghambat roda konsumsi domestik yang menjadi motor utama perekonomian Indonesia," tegas Rizal. Ketika penghasilan hilang, konsumsi rumah tangga yang berfungsi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi pun mengalami penurunan drastis.
Lebih lanjut, pemotongan anggaran pada sektor-sektor strategis, seperti di Kementerian Pekerjaan Umum, menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya pembangunan infrastruktur yang selama ini menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi. Efisiensi pada proyek-proyek infrastruktur dapat mengurangi daya saing dan menurunkan kepercayaan sektor swasta untuk berinvestasi di masa depan. Ini berpotensi menyebabkan pelambatan ekonomi yang lebih lanjut, menciptakan siklus negatif yang sulit untuk diputus.
Kerugian di Balik Program MBG
Rizal juga mencatat bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh pemangkasan anggaran tidak sebanding dengan manfaat yang diharapkan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini, meskipun dirancang untuk mendorong permintaan hasil pertanian lokal dan mendukung UMKM, tampaknya tidak cukup untuk menutupi kerugian yang diakibatkan oleh pengurangan anggaran di sektor-sektor lainnya.
Dari perspektif Rizal, diperlukan kebijakan fiskal yang lebih seimbang dan inklusif. Pemerintah harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap pemangkasan anggaran, terutama pada sektor-sektor produktif yang mempengaruhi tenaga kerja dan investasi.
"Solusi kebijakan yang direkomendasikan juga perlu mengutamakan keberlanjutan ekonomi dan perlindungan kesejahteraan sosial sebagai kunci dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.
Efek Domino
Senada dengan Rizal, Ekonom dari Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Shofie az Zahra, mengungkapkan bahwa meskipun pengalihan anggaran untuk program-program seperti makan bergizi gratis bisa meningkatkan produksi dan distribusi pangan dalam negeri, hal itu tidak cukup untuk mengimbangi efek luas dari pemangkasan anggaran di sektor-sektor lain.
Ketika ribuan tenaga honorer kehilangan pekerjaan, dampaknya langsung terasa pada daya beli masyarakat. Hilangnya sumber pendapatan ini menurunkan konsumsi, yang pada gilirannya mempengaruhi berbagai sektor mulai dari ritel hingga transportasi. Dengan kata lain, pemangkasan anggaran tidak hanya berdampak pada individu yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga menciptakan efek domino yang merembet ke seluruh perekonomian.
KOMENTAR