Golkar, PKB, PKS, dan Proyeksi Pilkada Indramayu 2024

Timoteus Duang

Wednesday, 22-06-2022 | 16:39 pm

MDN
H. Adlan Daie, Pemerhati politik dan sosial keagamaan

 

Oleh: H. Adlan Daie [Pemerhati politik dan sosial keagamaan]

Hari Ahad (19/6/2022) penulis terlibat dalam "coffie morning" perbincangan serius bersama sejumlah tokoh politik tentang hal ikhwal peta politik dalam konteks Pilkada Indramayu 2024. 

 

Tukar tambah gagasan dalam forum perbincangan tersebut dengan suplay data elektoral "kredibel"  yang  penulis miliki (data akhir 2021) mengantarkan penulis pada kesimpulan tentatif dan dinamis, yaitu;

Pertama, Nina Daie Bahtiar sebagai bupati petahana - yang sedang menjabat - tidak mudah (bahkan berat sekali) melangkah ke periode kedua meskipun baliho "bupati dua periode" telah dipuslblish di mana-mana.

Pasalnya jabatan Nina  Daie Bantiar dengan periode yang singkat saat ini (hanya 3,8 tahun) tidak cukup memadai untuk konsolidasi "tim bayangan" birokrasi sebagaimana selama ini terus terang selalu  dimanfaatkan oleh umumnya bupati petahana.

Birokrasi Indramayu sendiri berdasarkan data survey "indekstart" (akhir 2020) relatif minim pengaruhnya sebesar 1,8% terhadap pilihan publik Indramayu.

Dalam teori "dilema elektoral demokrasi" model I nyoman Wiraatmadja (2018) birokrasi bersifat "ambigu", mudah ditundukkan ketaatan "fisik"nya tetapi sulit "ditekuk" afiliasi politiknya kecuali dengan kemampuan "relasi humanistik", bukan tekanan mobilisasi massif yang menimbulkan "pemberontakan batin".

 


Baca juga

Puskoppas Ancam Tutup Pasar Jika Mendag Zulhas Tidak Turunkan Harga Minyak Goreng


 

Kedua, sebaliknya pilkada 2020 adalah pelajaran berharga bagi Golkar dan PKB Indramayu tentang pentingnya koalisi keduanya agar tidak jatuh dalam mentalitas "keledai", jatuh dua kali di lubang yang sama, kalah dua  kali dalam event politik elektoral yang sama dalam pilkada 2024.

Di sini kebutuhan multak koalisi Golkar dan PKB dengan subsidi elektoral tambahan memasukkan simpul PKS dalam satu perahu koalisi. Singkatnya sebut saja koalisi cap "kaki tiga".

Koalisi "cap kaki tiga" di atas mencerminkan "persenyawaan"  representasi varian akar rumput sosial yang berbeda tapi tidak tumpang tindih dan saling menguatkan secara elektoral, yakni Golkar mewakili "nasionalis melting pot party".

PKB representasi jaringan sosial kultural NU dan PKS mewakili "Islam teknokratis kota". Lebih dari itu, ketiganya jika bersatu dalam satu koalisi sulit dibendung dan akan menjadi geombang dahsyat untuk memenangkan pilkada Indramayu 2024.

Pertanyaan rumitnya mampukah ketiga partai tersebut membangun format satu koalisi dengan mengusung  figur pasangan calon yang potensial menang mutlak, mencerminkan solusi terbaik bagi koalisi dan ikhtiar terbaik bagi masa depan Indramayu yang lebih baik?

 


Baca juga

Tinjau Area Pembibitan Pohon, Jokowi: Pembangunan IKN Nusantara bisa Menyelamatkan Lingkungan Hidup


 

Teori politik Jefry Wonters sedikit memberi jalan bahwa dalam "deal" politik bukan soal apa yang ideal tapi opsi apa yang "paling mungkin" disepakati bersama untuk menang.

Pilkada Indramayu 2024  masih relatif lama tapi menghadirkan pemimpin memang perlu waktu yang tidak singkat.

Pemimpin bukan penguasa, bukan selebritas politik melainkan "publik figur" yang menggerakkan gerbong panjang rakyatnya.

Karena itu atas pertanyaan di atas waktu jualah kelak akan menjawabnya apakah ketiga partai tersebut memiliki kesamaan spirit sebagaimana dulu ditunjukkan dalam soliditas sikap politik "interpelasi" DPRD  atau kah interpelasi hanyalah "gimmik" politik dan mudah "ambyar oleh pragmatisme politik "bersumbu pendek"?

Mari kita tunggu tanpa harus bertanya pada "rumput yang bergoyang".

Wallahu a'lamu bish shawab.

 

 

KOMENTAR