Harga Minyak Dunia Kembali Melambung: Dampak Konflik Timur Tengah
Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia kembali mengalami lonjakan signifikan pada Senin (21/10), mencatat kenaikan hampir 2 persen setelah sebelumnya anjlok lebih dari 7 persen dalam satu pekan terakhir. Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik sebesar US$1,23 atau 1,68 persen menjadi US$74,29 per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat US$1,34 atau 1,94 persen ke level US$70,56 per barel.
Setelah mengalami penurunan tajam pekan lalu akibat kekhawatiran perlambatan ekonomi di China, harga minyak mulai pulih. Menurut para analis, kenaikan ini sebagian besar disebabkan oleh pembalikan harga (price correction), di mana pasar berusaha menstabilkan diri setelah aksi jual besar-besaran. Namun, bukan hanya faktor teknikal yang mempengaruhi harga minyak, melainkan juga ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang semakin memanas.
Kondisi geopolitik yang semakin tegang, terutama di Timur Tengah, menjadi pendorong utama lonjakan harga minyak. Situasi di wilayah tersebut semakin rumit setelah Israel mengepung rumah sakit dan tempat penampungan pengungsi di Jalur Gaza utara pada Senin, dan melancarkan serangan terhadap situs-situs milik cabang keuangan Hizbullah di Lebanon. Konflik ini menambah ketidakpastian pasokan minyak global, karena Timur Tengah merupakan salah satu wilayah penghasil minyak terbesar dunia.
BACA JUGA:
Prospek Saham Properti di Era Pemerintahan Prabowo: PPN 11% Dihapus
Rekomendasi Saham Pilihan: Selasa, 22 Oktober 2024
Harga Minyak Dunia Menguat Tipis di Awal Pekan
Harga Minyak Dunia Naik: Stok Minyak AS Berkurang
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan pasar global karena Israel tengah bersiap menghadapi kemungkinan serangan balasan dari Iran, yang berpotensi memperluas konflik di kawasan. Menurut Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial, meningkatnya pertempuran di Timur Tengah memberikan dorongan bagi harga minyak mentah berjangka. Ketegangan di kawasan tersebut memicu kekhawatiran mengenai gangguan pasokan minyak, yang secara historis telah memengaruhi harga komoditas energi ini.
Meskipun ketegangan di Timur Tengah menambah tekanan terhadap harga minyak, ada beberapa faktor yang menahan lonjakan lebih lanjut. Salah satunya adalah proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dari China yang diperkirakan akan tetap lemah hingga 2025. Meskipun pemerintah China berusaha mendorong pertumbuhan ekonomi melalui serangkaian stimulus, kekhawatiran atas perlambatan ekonomi di negara tersebut tetap membayangi pasar minyak global.
Selain itu, laporan Badan Informasi Energi AS (EIA) juga menahan kenaikan harga minyak lebih lanjut. Data terbaru menunjukkan bahwa produksi minyak mentah mingguan AS naik sebesar 100 ribu barel per hari menjadi rekor 13,5 juta barel per hari pada pekan yang berakhir 11 Oktober. Peningkatan produksi ini berpotensi memperbesar stok minyak mentah AS, yang pada gilirannya dapat menekan harga minyak di pasar global.
KOMENTAR