Harga Minyak Dunia Kembali Merosot: Kondisi Geopolitik Belum Menentu?

Sifi Masdi

Tuesday, 15-10-2024 | 10:47 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia mengalami penurunan tajam dalam beberapa hari terakhir, menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor global. Dalam tiga hari perdagangan berturut-turut, harga minyak terus merosot, dan penurunan ini terkait dengan berbagai faktor ekonomi serta kondisi geopolitik.

 

Pada Selasa pagi (15/10/2024), harga minyak WTI untuk kontrak November 2024 di New York Mercantile Exchange (Nymex) tercatat turun sebesar 2,88% ke level US$ 71,70 per barel. Penurunan ini melanjutkan tren negatif yang terjadi sebelumnya, di mana pada hari Senin harga minyak WTI jatuh sebesar 2,29%. Secara kumulatif, dalam tiga hari terakhir, harga minyak WTI mengalami penurunan sebesar 5,47%.

 

Sementara itu, harga minyak Brent, yang menjadi acuan internasional, juga turun signifikan. Pada perdagangan Selasa (15/10/2024), harga minyak Brent untuk kontrak Desember 2024 di ICE Futures turun sebesar 2,84% ke US$ 75,26 per barel, setelah sehari sebelumnya turun 2%. Selama tiga hari terakhir, harga minyak Brent telah merosot sebesar 5,21%.

 

Penurunan harga minyak global sebagian besar dipicu oleh revisi turun proyeksi pertumbuhan permintaan minyak oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pada Senin, OPEC memangkas perkiraan permintaan minyak global untuk tahun 2024, dan ini menjadi penurunan proyeksi ketiga berturut-turut dari organisasi tersebut. OPEC juga menyebutkan bahwa penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh melemahnya permintaan dari China, importir minyak terbesar dunia.

 


 

BACA JUGA:

Rekomendasi Saham Pilihan: Selasa, 15 Oktober 2024

Harga Batubara Diprediksi Melambung: Permintaan Global Meningkat

Harga Minyak Dunia Anjlok: Dampak Data Ekonomi China yang Lesu

Israel Serang Kilang Minyak Iran: Pasokan Minyak Dunia Terancam Kacau?

 


 

OPEC memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak dari China pada tahun 2024 akan mencapai 580.000 barel per hari (bph), turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 650.000 bph. Berdasarkan data terbaru, impor minyak mentah China selama sembilan bulan pertama tahun ini turun hampir 3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi 10,99 juta bph.

 

Penurunan permintaan minyak dari China juga dikaitkan dengan meningkatnya adopsi kendaraan listrik (EV) di negara tersebut serta pertumbuhan ekonomi yang melambat pasca-pandemi COVID-19. Hal ini menjadi faktor penghambat utama bagi konsumsi minyak global.

 

 

 

 

Selain penurunan permintaan minyak, kondisi ekonomi China yang sedang dalam tekanan turut memperburuk sentimen pasar minyak global. Data yang dirilis pada Sabtu menunjukkan adanya tekanan deflasi di negara tersebut selama bulan September, menandakan lemahnya kondisi ekonomi. Dalam konferensi pers yang dilakukan pada hari yang sama, pemerintah China menyampaikan rencana stimulus ekonomi, tetapi ketidakjelasan garis waktu dan kurangnya langkah konkret untuk mengatasi masalah struktural seperti konsumsi yang lemah menambah ketidakpastian di kalangan pelaku pasar.

 

Menurut Mukesh Sahdev, kepala pasar komoditas-minyak global di Rystad Energy, "Kurangnya garis waktu yang jelas dan tidak adanya langkah-langkah untuk mengatasi masalah struktural hanya meningkatkan ambiguitas di antara para pelaku pasar."

 

Sementara kekhawatiran atas ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran sempat menahan penurunan harga minyak, kabar terbaru dari Amerika Serikat menurunkan risiko gangguan produksi minyak. AS mengumumkan akan mengirim pasukan dan sistem pertahanan antirudal ke Israel untuk memperkuat pertahanan negara tersebut menyusul serangan rudal Iran. Meski demikian, Washington telah secara terbuka meminta Israel untuk menahan diri dari serangan yang dapat memicu konflik lebih luas di kawasan Timur Tengah, khususnya serangan terhadap infrastruktur energi Iran.

 

Selain faktor geopolitik, penguatan dolar AS juga memberikan tekanan tambahan pada harga minyak. Pada hari Senin, dolar mencapai titik tertinggi sembilan minggu, yang dapat mengurangi permintaan minyak dari pembeli yang menggunakan mata uang lain. Kenaikan nilai dolar membuat harga minyak yang diperdagangkan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi negara-negara yang menggunakan mata uang selain dolar.

 

Persediaan minyak mentah Amerika Serikat diperkirakan meningkat dalam pekan lalu, sementara persediaan sulingan dan bensin kemungkinan mengalami penurunan. Data ini diungkapkan dalam jajak pendapat awal yang dilakukan oleh Reuters pada hari Senin, yang turut memberikan tekanan pada pasar minyak.

 

 

 

 

KOMENTAR