Harga Minyak Dunia Stabil, Investor Cermati Produksi OPEC+

Sifi Masdi

Wednesday, 08-10-2025 | 10:36 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta,  Inakoran

Harga minyak dunia bergerak stabil pada perdagangan Rabu (8/10/2025), seiring dengan sikap investor yang masih menimbang langkah hati-hati OPEC+ dalam menambah produksi serta meningkatnya kekhawatiran terhadap potensi surplus pasokan global pada akhir tahun ini.

 

Mengutip laporan Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun tipis 2 sen atau 0,03% menjadi US$65,45 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat naik ringan 4 sen atau 0,06% ke level US$61,73 per barel.

 

Sehari sebelumnya, harga minyak sempat menguat lebih dari 1% usai OPEC+—koalisi yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak (OPEC), Rusia, dan sejumlah produsen kecil lainnya—mengumumkan keputusan untuk menaikkan produksi sebesar 137.000 barel per hari mulai November 2025.

 

Keputusan ini mengejutkan sebagian pelaku pasar yang sebelumnya memperkirakan kenaikan produksi bisa mencapai dua kali lipatnya. Menurut analis dari ING, langkah tersebut menunjukkan kehati-hatian OPEC+ dalam menjaga keseimbangan pasar di tengah sinyal melimpahnya pasokan global pada kuartal IV/2025 hingga tahun depan.

 

Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh keputusan Arab Saudi yang mempertahankan harga jual resmi (official selling price/OSP) minyak mentah untuk pasar Asia tetap sama dengan bulan sebelumnya. Langkah ini bertolak belakang dengan ekspektasi analis yang memperkirakan kenaikan harga, mengingat meningkatnya permintaan di kawasan Asia Timur.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Antam Melonjak Rp34.000 Per Gram: Selasa (7/10/2025)

Rekomendasi Saham Pilihan: Rabu (8/10/2025) 

Petrosea (PTRO) Proyeksikan Ebitda 306 Juta Dolar AS Pada 2026


 

Sementara itu, Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) justru menetapkan harga jual resmi minyak Murban untuk November sebesar US$70,22 per barel, naik tipis dari US$70,10 per barel di bulan Oktober.

 

Dari sisi permintaan, kabar positif datang dari India, yang mencatat kenaikan konsumsi bahan bakar sebesar 7% secara tahunan pada September 2025, menurut data Petroleum Planning and Analysis Cell Kementerian Minyak India. Kenaikan ini menandakan pemulihan aktivitas ekonomi di negara dengan populasi terbesar di dunia tersebut.

 

Namun, dari sisi pasokan, tekanan justru meningkat. Badan Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan produksi minyak AS tahun ini mencapai rekor baru 13,53 juta barel per hari, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 13,44 juta bph.

 

EIA juga menilai bahwa persediaan minyak global akan terus meningkat hingga 2026, didorong oleh pertumbuhan produksi dari negara-negara non-OPEC+, yang berpotensi menekan harga lebih lanjut.

 

Laporan dari JPMorgan mencatat bahwa persediaan minyak global, termasuk stok yang disimpan di laut, bertambah 123 juta barel sepanjang September 2025. Lonjakan persediaan ini memperkuat kekhawatiran bahwa pasar bisa kembali mengalami kelebihan pasokan (oversupply) menjelang akhir tahun.

 

Di sisi lain, China terus mempercepat pembangunan fasilitas cadangan strategis minyak (strategic petroleum reserve) sebagai bagian dari kebijakan memperkuat ketahanan energi nasionalnya. Langkah ini berpotensi menambah permintaan dalam jangka menengah, meski dampaknya belum signifikan pada harga jangka pendek.

 

Meski tekanan dari sisi fundamental cukup besar, ketegangan geopolitik masih menjadi faktor penopang harga. Konflik Rusia–Ukraina yang belum mereda kembali menimbulkan ketidakpastian pasokan minyak dari Rusia.

 

Sebagai contoh, kilang minyak Kirishi di Rusia terpaksa menghentikan operasi unit distilasi utamanya setelah serangan drone pada 4 Oktober menyebabkan kebakaran besar. Pemulihan operasi kilang tersebut diperkirakan akan memakan waktu sekitar satu bulan, yang berpotensi mengurangi pasokan jangka pendek di pasar Eropa Timur.

 

Investor kini menanti rilis data stok minyak mingguan AS dari American Petroleum Institute (API) yang dijadwalkan keluar pada Selasa waktu setempat. Data ini akan menjadi petunjuk arah pergerakan harga minyak dalam jangka pendek, terutama untuk mengukur keseimbangan antara pasokan dan permintaan aktual di pasar AS.

 

“Saat ini pasar bergerak sideways, menunggu arah baru dari data inventori,” ujar Phil Flynn, Senior Analyst di Price Futures Group, seperti dikutip Reuters.

 

 

 

 

 

KOMENTAR