Harga Minyak Kembali Naik: Konflik Israel-Hizbullah Memanaskan Pasar
Jakarta, Inakoran
Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan tipis pada Kamis (24/10/2024), setelah sebelumnya sempat turun lebih dari 1 persen pada hari sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap konflik yang memanas antara Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon, yang dapat mengganggu pasokan minyak global.
Harga minyak mentah berjangka Brent naik 44 sen atau 0,59 persen, mencapai US$75,40 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga meningkat sebesar 45 sen atau 0,64 persen, menjadi US$71,22 per barel.
Secara mingguan, Brent diproyeksikan akan mencatatkan kenaikan sebesar 3,2 persen, sementara WTI AS diperkirakan akan naik sekitar 2,9 persen. Kenaikan ini menunjukkan kekhawatiran pasar yang meningkat seiring dengan ketegangan yang membayangi pasokan minyak di Timur Tengah, salah satu wilayah penghasil minyak terbesar di dunia.
BACA JUGA:
Rekomendasi Saham Pilihan: Kamis, 24 Oktober 2024
Proyeksi Goldman Sachs tentang Harga Minyak di Tengah Konflik Timur Tengah
Harga Minyak Dunia Kembali Melambung: Dampak Konflik Timur Tengah
Kenaikan harga minyak dipicu oleh konflik yang semakin memanas antara Israel dan Hizbullah, terutama setelah serangan udara Israel menghantam pinggiran selatan Beirut, Lebanon, kemarin. Sebagai respons, Hizbullah melancarkan serangan balasan dengan rudal berpemandu presisi, yang ditujukan ke sasaran di Israel.
Pertempuran ini memicu kekhawatiran global bahwa konflik yang meluas dapat mengganggu stabilitas Timur Tengah, yang selama ini menjadi salah satu kawasan kunci dalam produksi dan distribusi minyak.
Pasar komoditas, terutama minyak, sangat sensitif terhadap ketidakstabilan geopolitik di wilayah penghasil energi. Ketika konflik di Timur Tengah meningkat, ada kekhawatiran bahwa jalur-jalur distribusi minyak, seperti Selat Hormuz, dapat terganggu. Ini akan menyebabkan penurunan pasokan, yang pada gilirannya dapat memicu kenaikan harga.
Di tengah ketegangan yang meningkat, Amerika Serikat mengambil langkah-langkah diplomatik untuk meredakan konflik antara Israel dan Hizbullah. Washington berupaya keras untuk mendorong tercapainya gencatan senjata sebelum pemilihan presiden AS yang akan digelar pada 5 November mendatang.
Kesuksesan atau kegagalan diplomasi ini dapat memengaruhi kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah ke depannya, termasuk dalam hal distribusi energi dan stabilitas kawasan.
Upaya perdamaian ini juga didorong oleh kepentingan ekonomi dan politik AS, terutama mengingat pentingnya stabilitas harga minyak menjelang pilpres. Jika konflik terus berlanjut, AS dapat terpaksa mengubah pendekatannya terhadap kebijakan Timur Tengah, yang pada akhirnya juga berdampak pada pasar global.
KOMENTAR