Harga Minyak Naik Tipis di Tengah Panasnya Perang Dagang: Selasa (8/4/2025)

Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia mencatat kenaikan tipis setelah mengalami tekanan selama tiga hari berturut-turut. Penguatan ini terjadi di tengah ketidakpastian pasar global yang masih dibayangi kebijakan perdagangan agresif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Mengutip laporan Bloomberg, harga minyak mentah Brent naik sebesar 1,2% menjadi US$65 per barel. Sebelumnya, Brent sempat menyentuh titik terendahnya dalam empat tahun terakhir. Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) menguat 1,4% ke level US$61,56 per barel.
Kenaikan harga ini menjadi angin segar sementara bagi pasar energi, yang selama beberapa pekan terakhir diliputi kekhawatiran mendalam terkait potensi perlambatan ekonomi global akibat tensi dagang yang terus meningkat.
BACA JUGA:
Harga Emas Antan Turun Rp 4.000 per Gram: Selasa (8/4/2025)
Harga Minyak Dunia Anjlok: Imbas Perang Dagang
IHSG Anjlok 9,19% Pasca Lebaran, BEI Aktifkan Trading Halt
Rekomendasi Saham Pilihan untuk Hari Pertama Pasca Lebaran
Presiden Trump kembali mengancam akan menaikkan tarif impor terhadap produk-produk dari China, kali ini hingga 50%. Kebijakan ini menjadi lanjutan dari bea masuk sebesar 34% yang telah diberlakukan sebelumnya, ditambah pungutan lain sebesar 20%. Sebagai negara importir minyak terbesar, tekanan terhadap China secara tidak langsung turut memengaruhi prospek permintaan energi global.
Di sisi lain, meski Trump mengisyaratkan adanya pembicaraan dengan negara lain, ketidakpastian tetap tinggi. Uni Eropa, misalnya, tengah mempertimbangkan langkah balasan terhadap kebijakan tarif AS yang dianggap berlebihan.
Minyak bukan satu-satunya aset yang terdampak. Gejolak juga terjadi di pasar saham, obligasi, dan komoditas lainnya. Pasar global menanggapi kebijakan proteksionis Trump dengan kekhawatiran bahwa dunia sedang menuju periode perlambatan ekonomi, bahkan resesi.
Menurut Chris Weston, Kepala Penelitian di Pepperstone Group Melbourne, risiko resesi global akan semakin besar jika tidak ada sinyal kerja sama konstruktif antara AS, China, maupun Uni Eropa. Ia menambahkan bahwa persepsi terhadap permintaan minyak global akan terus menurun jika ketegangan ini berlanjut.
Eskalasi perang dagang telah memaksa beberapa bank investasi besar seperti Goldman Sachs dan Morgan Stanley untuk merevisi turun proyeksi harga minyak untuk kuartal mendatang. Hal yang sama juga dilakukan oleh Societe Generale SA, yang menyebut ancaman tarif AS sebagai alasan utama melemahnya prospek permintaan minyak mentah global.
KOMENTAR