Harga Minyak Naik Tipis: Kamis, 30 Januari 2025

Sifi Masdi

Thursday, 30-01-2025 | 11:39 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dalam perdagangan, Kamis (30/1/2025)  menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah mengalami penurunan lebih dari 1% pada perdagangan sebelumnya. Meskipun harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) mencapai titik terendah tahun ini, terdapat harapan baru di pasar yang dipicu oleh perubahan-perubahan dalam persediaan dan faktor geopolitik.

 

Pukul 07.48 WIB, harga minyak WTI untuk kontrak Maret 2025 di New York Mercantile Exchange mengalami penguatan sebesar 0,38%, tercatat di angka US$ 72,9 per barel. Sebelumnya, harga ini jatuh 1,6% ke US$ 72,62 per barel, yang merupakan rekor terendah untuk tahun ini.

Di sisi lain, minyak mentah Brent berjangka juga mengalami penurunan, ditutup pada harga US$ 76,58 per barel, turun 1,2% dari hari sebelumnya.

Kenaikan harga ini menunjukkan adanya harapan akan perbaikan kondisi pasar, meskipun masih ada banyak ketidakpastian yang melingkupi sektor energi.

 

Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan harga minyak adalah laporan dari Badan Informasi Energi (EIA) AS yang mengungkapkan bahwa persediaan minyak mentah domestik meningkat sebesar 3,46 juta barel dalam minggu lalu.

 


BACA JUGA:

IHSG Melemah 0,54% Setelah Libur Panjang

Harga Emas di Pegadaian Melonjak: Kamis, 30 Januari 2025

Harga Minyak Kembali Anjlok: Imbas Tekanan Donald Trump terhadap OPEC


 

Ini terjadi bersamaan dengan penurunan asupan penyulingan yang sudah berlangsung selama tiga minggu berturut-turut. Para analis yang disurvei oleh Reuters sebelumnya memperkirakan kenaikan yang lebih rendah, yaitu 3,19 juta barel, sehingga hasil ini mengejutkan pasar.

 

Peningkatan persediaan ini menambah tekanan pada harga minyak, namun lonjakan harga yang terjadi hari ini menunjukkan bahwa pasar mulai mencerna informasi tersebut dengan lebih positif.

 

Geopolitik tetap menjadi faktor besar yang mempengaruhi harga minyak. Gedung Putih baru-baru ini menegaskan kembali rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif 25% pada impor dari Kanada dan Meksiko, yang dijadwalkan mulai 1 Februari.

 

Menurut Giovanni Staunovo dari UBS, "Perdagangan minyak jangka pendek akan tetap bergejolak karena investor mencerna ancaman tarif, sanksi pada aliran energi Rusia, dan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi di negara-negara konsumen utama."

 

Di sisi lain, Federal Reserve AS telah memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pada tingkat saat ini, memberikan sedikit wawasan tentang kapan mereka berencana untuk menurunkan biaya pinjaman. Kebijakan ini berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi dan permintaan minyak di masa depan.

 

Selain itu, pasar juga sedang menantikan pertemuan menteri OPEC+ yang dijadwalkan pada 3 Februari. Rencana kelompok untuk meningkatkan pasokan mulai April menjadi perhatian utama, terutama setelah Trump meminta OPEC+ untuk menurunkan harga minyak. Namun, perubahan kebijakan pada pertemuan bulan Februari tampaknya tidak mungkin terjadi, menurut delegasi OPEC+.

 

Kekhawatiran pasokan dari Libya yang sebelumnya mengganggu pasar tampaknya telah mereda. National Oil Corp Libya mengumumkan bahwa aktivitas ekspor berjalan normal setelah melakukan negosiasi dengan para pengunjuk rasa yang sebelumnya menghalangi pemuatan di salah satu pelabuhan minyak utama negara tersebut. Meskipun risiko pasokan dari Libya masih ada, analis Alex Hodes dari StoneX percaya bahwa risiko tersebut telah berkurang untuk sementara waktu.

 

 

 

KOMENTAR