Harga Minyak Sentuh USD 81,01 Per Barel, Tertinggi Enam Bulan Terakhir: Imbas Sanksi ke Moskow

Sifi Masdi

Tuesday, 14-01-2025 | 11:21 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia mengalami lonjakan signifikan, mencapai level tertinggi dalam enam bulan terakhir, seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat terhadap Rusia. Pada Selasa, 14 Januari 2025, harga minyak jenis Brent tercatat naik 1,6% atau sebesar USD 1,25, mencapai USD 81,01 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami kenaikan, sebesar USD 2,25 atau 2,9%, menjadi USD 78,82 per barel.

 

Kenaikan harga ini mencerminkan tren jenuh beli atau overbought yang telah terjadi selama dua hari berturut-turut. Brent dan WTI telah mencatatkan kenaikan lebih dari 6% selama tiga sesi perdagangan terakhir. Hal ini menyebabkan premi kontrak bulan depan atas kontrak berjangka dengan tanggal jatuh tempo berikutnya melonjak ke level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.

 

Menurut analis PVM, Tamas Varga, pasar saat ini diliputi oleh kekhawatiran nyata mengenai gangguan pasokan minyak akibat sanksi yang lebih luas. "Skenario terburuk untuk minyak Rusia tampaknya menjadi hal yang realistis," ujarnya, seraya menambahkan bahwa ketidakpastian politik, terutama terkait dengan kepemimpinan Donald Trump yang akan dilantik, dapat mempengaruhi pasar lebih lanjut.

 


BACA JUGA:

Bank BSI Fokus pada Pengelolaan Bank Emas: Bagaimana Prospek Sahamnya?

Utang Jatuh Tempo BI Capai Rp 922,4 Triliun, Melebihi Utang Pemerintah

Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi di Posisi US$ 81,11 Per Barel: Imbas Sanksi AS Terhadap Rusia

Harga Minyak Kembali Terkoreksi: Dampak Penguatan Dolar AS


 

Goldman Sachs memperkirakan bahwa kapal-kapal yang terkena sanksi baru akan mengangkut sekitar 1,7 juta barel minyak per hari pada tahun 2024, yang setara dengan 25% dari total ekspor minyak Rusia. Bank tersebut juga menunjukkan bahwa proyeksi harga Brent kini lebih condong ke arah positif, dengan kisaran antara USD 70 hingga USD 85 per barel.

 

Perusahaan penyulingan minyak di China dan India kini sedang beradaptasi dengan sanksi baru AS terhadap produsen dan kapal tanker Rusia, mencari pasokan bahan bakar alternatif. Sejak pengumuman sanksi tersebut, setidaknya 65 kapal tanker minyak telah berlabuh di berbagai lokasi, termasuk lepas pantai China dan Rusia, menunjukkan adanya perubahan dalam pola perdagangan minyak.

 

Sementara itu, beberapa kapal tanker juga terlibat dalam pengiriman minyak dari Iran, yang juga terkena sanksi. Di tengah situasi ini, enam negara Uni Eropa telah meminta Komisi Eropa untuk menurunkan batasan harga yang diterapkan pada minyak Rusia oleh negara-negara G7, dengan harapan dapat mengurangi pendapatan Moskow tanpa mengguncang pasar secara signifikan.

 

Di sisi lain, perkembangan di Timur Tengah berpotensi mempengaruhi pasar minyak global. Para mediator telah memberikan draf akhir kesepakatan untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Hamas, yang dapat meredakan premi risiko pasokan di pasar minyak.

 

Dampak Sanksi AS

Rusia sendiri mengklaim bahwa sanksi terhadap negaranya dapat menciptakan ketidakstabilan di pasar global. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa AS berupaya melemahkan posisi perusahaan-perusahaan Rusia dengan cara yang tidak kompetitif. "Namun, kami percaya bahwa kami akan dapat melawan upaya tersebut," tambah Peskov.

 

Seiring dengan sanksi yang dijatuhkan, harga tanker minyak melonjak tajam pada hari Senin, mencerminkan dampak besar dari langkah-langkah AS terhadap perdagangan minyak Rusia. Presiden Biden baru saja memberikan sanksi kepada sekitar 160 kapal tanker minyak Rusia, yang berarti sekitar 10% dari armada pengangkut minyak mentah saat ini terkena dampak sanksi tersebut. Kenaikan harga tanker mencapai 39%, merupakan lonjakan terbesar sejak Agustus, dan menciptakan efek domino yang mendorong kenaikan harga minyak Brent lebih dari USD 4 per barel.

 

Dengan situasi yang semakin kompleks ini, pasar minyak global berada dalam ketidakpastian yang tinggi. Sanksi-sanksi baru dan kebijakan perdagangan yang dapat berubah dengan cepat menambah lapisan kompleksitas bagi pelaku pasar.

 

 

 

KOMENTAR