Jusuf Kalla: Kecurangan Pemilu 2024 Karena Tidak Transparan

Sifi Masdi

Friday, 08-03-2024 | 10:15 am

MDN
Mantan Wapres Jusuf Kalla [ist]

 

 

 

Jakarta, Inako

 

Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla, membuka tirai misteri di balik ketidakpuasan masyarakat dalam acara diskusi bertajuk "Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi," yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Depok, pada tanggal 7 Maret 2024.

 

Jusuf Kalla, atau yang akrab disapa JK, menyoroti aspek transparansi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Menurutnya, berbagai kemarahan dan protes yang muncul dapat diatributkan kepada ketidaktransparanan pemilihan umum tersebut, yang disertai dengan dugaan kecurangan yang menghantui integritas proses demokrasi.

 

BACA JUGA:  Wapres Ma’ruf Amin: Pemerintah Tidak  Mau Cawe-Cawe Soal Hak Angket

 

"Muncul dari masalah dana Bansos yang besar, ancaman, bujukan, dan gabungan berbagai unsur lainnya," ungkap JK, merinci beberapa elemen yang diyakini merusak esensi demokrasi yang seharusnya memenuhi harapan dan keinginan rakyat.

 

 

 

JK menyatakan bahwa akibat dari hal ini adalah demokrasi yang tidak berjalan sesuai harapan rakyat. Suara rakyat, menurutnya, terombang-ambing oleh kekuatan-kekuatan yang mencoba memanipulasi hasil pemilu sebelumnya.

 

BACA JUGA: Masyarakat Sering Berdemo, Hadi Tjahjanto: Hanya Riak-riak Kecil

 

Sebagai solusi, JK mengusulkan agar dilakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemilihan umum. Menurutnya, membangun kepercayaan rakyat merupakan langkah krusial, karena kepercayaan tersebut menjadi landasan pemerintahan yang akan menghadapi tantangan-tantangan lebih besar di masa depan.

 

"Kita harus mendapatkan kepercayaan dari rakyat. Kepercayaan dari rakyat itu timbul agar pemerintah dapat berjalan, menghadapi tantangan-tantangan yang lebih besar dari tantangan politik," tegas JK.

 

Pentingnya penyelesaian permasalahan ini secara konstitusional juga disoroti oleh JK. Menurutnya, jika tidak ditangani dengan baik secara konstitusional, masalah ini dapat mengarah pada ketegangan di jalanan, memperburuk kondisi politik dan sosial.

 

Dalam konteks ini, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, memberikan pandangan terkait dugaan penggelembungan suara yang menjadi sorotan. Bagja menegaskan bahwa bukan hanya satu partai, melainkan beberapa entitas politik yang dilaporkan mengalami dugaan penggelembungan suara.

 

"Dan bukan hanya, mohon maaf, bukan hanya satu partai ya, bukan hanya PSI gitu, tetapi banyak hal yang lain yang kemudian kami harus cek lagi di lapangan," ungkap Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, pada tanggal 7 Maret 2024.

 

BACA JUGA: Mahfud MD: Hak Angket Sudah Jadi, Naskahnya Tebal Sekali 

 

Setiap laporan dugaan penggelembungan suara, lanjut Bagja, akan ditelusuri secara cermat oleh Bawaslu RI. Media sosial juga menjadi saluran penting untuk mendapatkan informasi, dan Bawaslu berkomitmen untuk memeriksa setiap laporan yang diterima.

 

"Kami tunggu ini," ucap Bagja, menunjukkan keseriusan Bawaslu dalam menanggapi setiap indikasi ketidakberesan dalam Pemilu 2024.

 

Situasi pascapemilu yang penuh kontroversi ini menegaskan pentingnya menjaga integritas demokrasi dan memastikan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Keterbukaan, transparansi, dan penanganan kasus-kasus dugaan kecurangan menjadi kunci untuk merestorasi kepercayaan rakyat pada sistem demokrasi di Indonesia.



 

KOMENTAR