Kegaduhan Yang Tak Kunjung Usai

Hila Bame

Sunday, 07-06-2020 | 22:39 pm

MDN
Ir Joko Widodo, Presiden ke-7 RI

 

Jakarta, Inako

 

Pilpres telah selesai dan Presiden sudah terpilih. Seharusnya tidak ada lagi yang perlu diributkan, baik itu pendukung Jokowi maupun pendukung Prabowo. Apalagi saat ini Prabowo yang merupakan rival Jokowi di Pilpres kemarin sudah bergabung di lingkaran pemerintah.

BACA JUGA;  

Cara Menjaga Hati dari Sifat Tercela

Dengan bergabungnya Prabowo di lingkaran pemerintah, seharusnya itu menjadi simbol bersatunya antar pendukung untuk sama-sama mensuport pemerintah. Tapi kenyataannya tidak seperti itu, yang terjadi malah sebaliknya.

Sampai saat ini masih ada saja kelompok/pihak yang selalu eksis dan konsisten untuk menyerang pemerintah dengan narasi-narasi provokatif dan beragam opini liar. Bagi mereka, seolah semua yang dilakukan pemerintah adalah salah, tidak ada yang benar.

BACA JUGA;  

Nasehat Kehidupan Dari Sang Presiden

Mereka membangun isu untuk memprovokasi masyarakat, tak peduli itu hoax apa bukan yang penting isunya laris untuk dijual. Isu yang kerap mereka jual adalah sesuatu hal yang berkaitan dengan agama. Karena, mereka paham betul bahwa masyarakat sangat sensitif dengan hal itu.

Habib Rizieq dilaporkan karena chat mesum, Jokowi dituduh mengkriminalisasi ulama. Habib Bahar ditangkap karena menganiaya anak-anak di bawah umur, lagi-lagi Jokowi dituduh pemimpin yang otoriter. Setelah dibebaskan, Habib Bahar kembali ditangkap karena tidak mematuhi persyaratan pembebasannya, tetap salah Jokowi. Semua salah Jokowi.

Pertanyaannya, letak kriminalisasinya di mana? Wong mereka berhadapan dengan proses hukum karena kesalahan yang mereka lakukan, lalu kenapa kemudian itu dibilang kriminalisasi? Itu bukan kriminalisasi ataupun perlakuan otoriter, tapi itu bentuk tanggungjawab setiap warga negara atas kesalahan yang dilakukannya.

 

Patung Soekarno di Aljazair

 

Ketika Covid-19 mewabah di Indonesia, mereka menyalahkan Jokowi karena tidak menerapkan lockdown dan membangun isu bahwa pemerintah tidak serius menangani penyebaran Covid-19. Pertanyaannya, negara mana yang sudah berhasil bebas dari Covid-19 setelah menerapkan kebijakan lockdown?

Di saat pemerintah sedang berupaya untuk melawan dan memikirkan bagaimana cara menangani penyebaran Covid-19, mereka malah sibuk mengadakan diskusi tentang pemakzulan Jokowi, karena dianggap pemerintahan Jokowi sama seperti sistem pemerintahan Soeharto yang merebut hak kebebasan berpendapat rakyatnya sendiri.

Logikanya, sampai saat ini mereka masih bebas melakukan demo untuk menyampaikan aspirasi, masih bebas menentang kebijakan pemerintah dan masih bebas mengkritik pemerintah. Terus, letak perebutan hak kebebasan berpendapatnya di mana?

Di zaman Soeharto, anda tidak mematuhi kebijakan pemerintah saja maka rumahmu didatangi aparat dan anda ditangkap. Apalagi kalau anda mengkritik pemerintahan yang dipimpinnya, bisa dipastikan anda kehilangan nyawa dan jadi mayat. Apakah di zaman Jokowi rakyat pernah mengalami hal serupa? Saya kira belum.

Kalau kemudian ada yang ditangkap karena mencetak/memproduksi atribut PKI, ditangkap karena menyebarkan hoax, ditangkap karena menghina dan mencaci maki Presiden Jokowi yang notabene sebagai simbol negara, itu bukan otoriter ataupun membatasi hak masyarakat untuk berdemokrasi. Tapi itu karena perbuatan mereka sudah masuk dalam kategori pelanggaran hukum.

Jadi, berhentilah menjadi sumber kegaduhan. Cukupkan sampai di sini. Mari fokus untuk menawarkan ide dan gagasan positif kepada pemerintah. Mari melakukan hal-hal yang produktif untuk kebaikan dan kemajuan bersama. Indonesia adalah rumah kita, ini bangsa kita dan ini negara kita. Kalau bukan kita yang memperbaikinya, lalu siapa lagi yang kita harapkan??

DW JR / Aldi inako

KOMENTAR