Melarang Jual LPG 3 Kg di Warung-Warung Bikin Warga Resah

Sifi Masdi

Tuesday, 04-02-2025 | 11:46 am

MDN
Warga antre beli LPG 3 Kg [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Pemerintah akan melarang penjualan gas LPG 3 kg di warung-warung pengecer. Kebijakan ini bertujuan agar penerima subsidi gas lebih tepat sasaran dan untuk mencegah penggelembungan harga gas melon. Namun, keputusan ini menuai kritik dan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada LPG bersubsidi untuk kebutuhan sehari-hari.

 

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengumumkan bahwa semua pengecer LPG 3 kg akan diubah menjadi pangkalan yang langsung menerima stok dari Pertamina. Pengecer diberi waktu satu bulan untuk mendaftarkan usahanya agar menjadi pangkalan resmi.

 

Meskipun niat di balik kebijakan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi distribusi dan mengurangi penyalahgunaan subsidi, banyak pihak meragukan efektivitasnya.

 


BACA JUGA:

Presiden Prabowo Perintahkan Menteri Bahlil untuk Aktifkan Lagi Pengecer LPG 3 Kg

Kenapa Pemerintah Larang Pengecer Jual Gas Melon?

Robert Kiyosaki: Penetapan Tarif Impor Trump Bikin  Harga Bitcoin Anjlok

Harga Minyak Terkoreksi: Imbas Trump Tunda Penetapan Tarif untuk Meksiko


 

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa larangan ini merupakan langkah yang keliru dan berpotensi memperburuk akses masyarakat miskin terhadap LPG 3 kg.

 

Selama ini, banyak orang terbiasa membeli gas dari warung terdekat, dan dengan adanya larangan ini, diperkirakan akan terjadi antrean panjang di agen resmi LPG. Bhima menyebutkan bahwa kondisi ini dapat mengganggu kelancaran usaha para pedagang kecil yang bergantung pada LPG bersubsidi.

 

"Pastinya akan terjadi chaos, akan terjadi antrean yang tidak perlu. Efeknya fatal, berapa banyak pelaku usaha UMKM yang terpaksa berhenti jualan karena mengantre LPG 3 kg," ungkapnya. Ia menilai bahwa sosialisasi mengenai skema subsidi yang baru ini tidak jelas dan dapat merugikan ekonomi masyarakat.

 

Meskipun pemerintah mengklaim bahwa larangan ini akan membuat harga LPG 3 kg lebih sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), Bhima berargumen bahwa alasan tersebut tidak berdasar.

 

Ia menekankan bahwa jika warung hanya mengambil keuntungan kecil dari setiap tabung, maka larangan tersebut tidak memiliki alasan yang kuat. Bhima berpendapat bahwa kebijakan ini lebih bertujuan untuk menghemat anggaran subsidi dengan menciptakan kesulitan dalam akses bagi masyarakat.

 

Ia juga mengkritik persyaratan yang ditetapkan oleh Pertamina bagi pengecer yang ingin menjadi agen LPG 3 kg. Menurutnya, persyaratan yang terlalu berat dapat menghambat warung kecil yang selama ini membantu penyaluran LPG ke daerah-daerah terpencil.

 

Direktur Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, menyatakan bahwa meskipun kebijakan ini bertujuan untuk membatasi konsumsi gas LPG 3 kg di kalangan rumah tangga mampu, sosialisasi yang mendadak dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat.

 

Ia mencatat bahwa seringkali masyarakat kesulitan untuk menjangkau agen yang jauh, sementara syarat untuk menjadi agen bagi warung kecil tampak sangat berat.

 

“Masyarakat kesulitan ke agen karena jaraknya jauh. Sementara itu, syarat untuk pengecer menjadi agen tampak terlalu berat bagi warung-warung yang pendanaannya terbatas,” ujarnya.

Putra menambahkan bahwa perlu ada jalan tengah antara pemerintah dan masyarakat untuk memastikan bahwa kebutuhan LPG dapat terpenuhi dengan baik.

 

 


 

 

 

KOMENTAR