Menghadapi Gejolak Pasar Uang:Investor Disarankan Hati-Hati Kelola Aset
Jakarta, Inakoran
Pasar keuangan pada semester II-2024 dipenuhi oleh ketidakpastian. Dalam situasi seperti ini, investor disarankan untuk lebih berhati-hati dalam mengalokasikan aset mereka. Menurut para ahli, instrumen dengan risiko rendah yang menawarkan imbal hasil pasti adalah pilihan yang bijak.
Direktur Investasi KISI Asset Management, Arfan Karniody, mengemukakan bahwa aset pendapatan tetap layak dipertimbangkan. “Instrumen ini lebih cocok dibandingkan ekuitas di tengah ketidakpastian pasar,” ujarnya dalam acara KISI Market Outlook pada Rabu (17/7). Aset pendapatan tetap, seperti obligasi, menawarkan imbal hasil yang jelas dan risiko yang terukur, sehingga bisa menjadi pilihan aman di tengah kondisi pasar yang tidak pasti.
Ekspektasi pasar saat ini adalah Federal Reserve (bank sentral Amerika Serikat) akan memangkas suku bunga acuannya di akhir tahun. Namun, kebijakan ini bisa berubah sewaktu-waktu. Meskipun saham lebih menarik untuk jangka panjang, ketidakpastian kebijakan moneter membuat aset pendapatan tetap lebih stabil.
BACA JUGA:
Perusahaan Aguan dan Salim Sambut Baik Penurunan Suku Bunga BI
Rekomendasi Saham Pilihan: Kamis, 18 Juli 2024
BREN Habiskan Dana IPO Sebesar Rp 3.08 Triliun
Jepang Menilai Pencarian AI Melanggar Hak Cipta dan Mendesak Reformasi Hukum
Arfan juga menilai bahwa Bank Indonesia (BI) tidak akan mendahului The Fed dalam memangkas suku bunga acuan. BI rate diperkirakan akan bertahan di level 6,25% hingga akhir tahun. Pergerakan nilai tukar akan menjadi faktor penting dalam mempertimbangkan kebijakan suku bunga. Jika pemangkasan suku bunga The Fed melemahkan dolar AS dan mendorong penguatan rupiah, BI mungkin akan lebih berani menurunkan suku bunga.
Dengan asumsi suku bunga BI bertahan, pasar obligasi diperkirakan akan menguat, tercermin dari turunnya yield obligasi acuan tenor 10 tahun. Arfan memperkirakan yield obligasi 10 tahun akan berada di antara 6,7% sampai 7,2% di akhir 2024.
Pasar saham masih berada dalam fase ketidakpastian, terlihat dari arus dana asing yang keluar dan kinerja emiten perbankan yang menjadi penopang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun, dengan kemungkinan pemotongan suku bunga, sektor properti dipandang potensial pada semester kedua ini oleh KISI Asset Management.
Eko Endarto, Perencana Keuangan Finansia Consulting, juga menyoroti pentingnya sentimen dalam negeri, seperti pergantian presiden baru pada Oktober 2024. Transisi pemerintahan dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto biasanya memberikan dampak positif pada ekonomi. Namun, ketidakpastian global, seperti hasil pemilihan presiden Amerika Serikat yang belum diketahui, membuat sikap wait and see menjadi pilihan terbaik.
"Menjaga likuiditas dan investasi di produk risiko rendah sebaiknya dilakukan, setidaknya sampai kuartal I tahun depan," kata Eko.
Ia menyarankan investor konservatif untuk menempatkan 50% aset ke deposito dan 50% ke instrumen risiko sedang seperti emas. Bagi investor agresif, alokasi 50% aset ke deposito, 25% ke obligasi, dan 25% ke saham blue chips bisa dipertimbangkan. Sementara itu, investor moderat disarankan untuk menempatkan 50% aset ke deposito dan 50% ke obligasi.
Dengan strategi yang tepat dan bijak, investor dapat menghadapi gejolak pasar uang dan tetap meraih imbal hasil yang diharapkan
TAG#Pasar Uang, #Investasi, #Aset, #Saham, #Obligasi, # Investor, #Bank Indonesia, #Rupiah, #Suku Bunga, #The Fed, #Gejolak Pasar Uang, #Pasar Modal, #Emas, #Bursa Saham
182241069
KOMENTAR