Neraca Perdagangan RI Surplus US$3,12 Miliar Per Februari 2025

Jakarta, Inakoran
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar US$3,12 miliar pada Februari 2025. Capaian ini menegaskan tren positif yang telah berlangsung selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus neraca perdagangan kali ini terutama ditopang oleh sektor nonmigas yang mencatat surplus US$4,84 miliar. Komoditas utama yang berkontribusi terhadap surplus ini meliputi: Lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15); Bahan bakar mineral (HS 27); dan Besi dan baja (HS 72).
Namun, di sisi lain, neraca perdagangan komoditas migas mengalami defisit sebesar US$0,72 miliar akibat tingginya impor minyak mentah dan hasil minyak.
Pada Februari 2025, total nilai ekspor Indonesia mencapai US$21,98 miliar, naik 2,58% dibandingkan bulan sebelumnya dan meningkat 15,04% secara tahunan. Ekspor migas naik 8,25%, sedangkan ekspor nonmigas tumbuh 2,29%.
Sementara itu, nilai impor Indonesia tercatat sebesar US$18,86 miliar, mengalami kenaikan 5,18% dibandingkan Januari 2025 dan tumbuh 2,3% secara tahunan. Impor migas melonjak 15,50% menjadi US$2,87 miliar, sedangkan impor nonmigas meningkat 3,52% menjadi US$16 miliar.
Beberapa ekonom memberikan pandangan berbeda terkait prospek neraca perdagangan ke depan. Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Andry Asmoro, sebelumnya memperkirakan surplus neraca perdagangan hanya mencapai US$1,85 miliar, lebih rendah dari Januari 2025 yang sebesar US$3,45 miliar. Menurutnya, moderasi ekspor akibat penurunan harga dan volume ekspor batu bara menjadi faktor utama penyebab penyusutan surplus.
BACA JUGA:
Harga Bitcoin Diperkirakan Sentuh USD 100.000 di Akhir Maret: Apa Faktor Pendorongnya?
IHSG Dibuka di Zona Hijau di Awal Pekan
Harga Minyak Mentah Naik 1%: Imbas Rencana AS Serang Houthi
Harga Emas Antam Naik Rp 2.000: Senin (17/3/2025)
Sebaliknya, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BCA), David E. Sumual, lebih optimistis. Ia memperkirakan surplus perdagangan bisa mencapai US$3,25 miliar dengan pertumbuhan ekspor tahunan sebesar 13,13% YoY dan kenaikan bulanan sebesar 1,64%. Menurutnya, lonjakan ekspor dipengaruhi oleh efek basis rendah dari tahun sebelumnya, terutama pada komoditas batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), dan gas alam.
Dari sisi impor, David memperkirakan kenaikan bulanan sebesar 3,06% setelah kontraksi dalam pada Januari 2025. Faktor utama yang mendorong kenaikan ini adalah meningkatnya importasi komoditas pangan menjelang Ramadan.
KOMENTAR