Nina, PDIP dan Relasi Politik Yang Ambyar
Oleh : Adlan Daie
Analis politik/Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat
JAKARTA, INAKORAN
Pergantian Ketua Fraksi PDIP DPRD Kab. Indramayu dari saudara Rohman kepada saudara Tarmudi Atmaja di mana salah satu "konsideran" menimbangnya adalah "berdasarkan analisa konstelasi politik daerah" yang direspons saudara Rohman bahwa pergantiannya akibat ia kukuh menolak untuk mencabut dukungan kepada Nina, Bupati Indramayu sebagaimana dikutip media "cuplik" (Senin, 20 September 2021l) menandai potensi ambyarnya relasi politik Nina dan PDIP.
Ternyata merawat kemesraan politik saat tujuan politik telah tercapai lebih sulit dibanding saat menjalani proses perjuangan bersama. Fakta politik bahwa saudara Rohman diganti dari posisinya dengan klaim alasan saudara Rohman di atas sulit dipungkiri bahwa relasi politik Nina dan PDIP mulai ambyar ibarat putik layu sebelum berkembang. Kemesraan politiknya ternyata cepat berlalu. Inlah politik selalu hadir , mengutip Otto Van Bismoch, sebagai "The Art Off Possible", seni menembus ketidakmungkinan politik.
Dalam perspektif penulis setidaknya kemungkinan yang dapat dikonstruksi untuk membaca "ambyar"nya hubungan politik Nina dan PDIP adalah satu sisi Nina relatif minim pengalaman interaksi politik yang rumit dan penuh warna sehingga dalam kepemimpinannya selalu bersandar bahwa ia secara legal adalah bupati dengan kewenangan yang melekat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan. Nina meletakkan diri sebagai pemegang otoritas tunggal dan non kompromistis secara politik.
Di sisi lain meskipun cara pandang Nina di atas benar secara legal tapi tentu naif secara politik. Jabatan bupati adalah jabatan politik dan meraihnya dengan perjuangan politik tak dapat dihindarkan proses negosiasi politik di dalam nya. Kepentingan partai pengusung dan keringat perjuangan mengantarkannya menjadi bupati tak dapat diabaikan. Kepemimpinan politik Nina tidak sederhana diletakkan dalam kerangka "One woman show" dalam adaptasi istilah dunia pertunjukkan Willem Shakespeare yang kedap relasi politik.
Sehebat apapun power legal bupati dalam sistem politik demokratis tanpa back up partai politik jelas roda pemerintahan yang dijalankan tidak akan efektif untuk maslahat publik kecuali action personal ala sinetron di ruang publik. Sebaliknya dukungan partai pun diletakkan secara proporsional untuk menghindari deal deal politik di luar kerangka hukum misalnya sharing program aspirasi yang dikenal dengan istilah "pokir" di mana pelaksanaan untuk tahun anggaran 2019 mulai dalam proses penyelidikan KPK atas laporan publik.
Dalam.kerangka relasi politik di atas itulah Nina dan PDIP termasuk partai politik lainnya diletakkan untuk kepentingan publik bukan tontonan tarik tambang adu kuat secara politik di ruang publik yang nihil maslahat dan zero manfaat.
TAG#ADLAN DAIE, #PDIP, #INDRAMAYU
188750407
KOMENTAR