Pemikiran Hatta tentang Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif Masih Relevan Hingga Kini

Sifi Masdi

Saturday, 27-06-2020 | 23:28 pm

MDN
Tjoki Aprianda Siregar [inakoran.com]

Jakarta, Inako

"Indonesia dapat memanfaatkan peluang dari pertentangan negara-negara besar". Ini merupakan salah satu pemikiran Mohammad Hatta, salah satu Proklamator Kemerdekaan yang juga Wakil Presiden Indonesia pertama.

Tjoki Aprianda Siregar, praktisi hubungan luar negeri selama 25 tahun, mengutip pemikiran Hatta dimaksud dalam Diskusi Alumni Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa (SPPB) dengan topik "Hatta dan Pemikiran Politik Luar Negerinya" yang diadakan Megawati Institute beberapa waktu lalu.

Simak video InaTv dan jangan lupa klik "subscribe and like:

 

Menurut Tjoki yang juga ASN (Aparatur Sipil Negara) Kementerian Luar Negeri, pemikiran Hatta tersebut masih relevan dalam hubungan luar negeri Indonesia saat ini. "Perang dagang" antara Amerika Serikat (AS) dan China yang berlangsung beberapa waktu lalu menyebabkan sejumlah negara investor di China mempertimbangkan merelokasi pabrik-pabrik mereka ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Pemerintah, melalui Kemenko Marinves dan Kemenko Perekonomian, menangkap peluang tersebut dan telah melakukan langkah-langkah mendorong investor asing di China tertarik untuk memindahkan lokasi pabrik mereka ke Indonesia. Volatilitas ekonomi China akibat "Perang Dagang"-nya dengan AS, dan faktor keamanan dan stabilitas di Indonesia menjadi penyebab investor asing mau memindahkan pabriknya dari China ke Indonesia.

Salah satu tujuan politik luar negeri Indonesia sebagaimana diuraikan Hatta sebagai Perdana Menteri RI dalam sambutannya di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP yang berfungsi Parlemen saat itu) pada tanggal 2 September 1948 adalah "memperoleh barang-barang yang dibutuhkan rakyat Indonesia yang tidak atau belum dapat dihasilkan di dalam negeri".

Dalam konteks kekinian, tujuan politik luar negeri tersebut tercermin dari upaya Pemerintah Indonesia mencari obat-obatan yang dapat memulihkan penyakit mematikan akibat virus Corona atau Covid-19 karena obat-obatan untuk virus dimaksud belum ditemukan atau belum dapat dihasilkan di Indonesia.

Contoh lainnya adalah dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) secara Nasional yang saat ini sudah tidak dapat lagi diambil dari sumur-sumur minyak atau lapangan minyak di tanah air, sehingga Pemerintah Indonesia melalui Pertamina berupaya memenuhi kebutuhan tersebut dengan menjajaki kemungkinan kerja sama eksplorasi minyak di lapangan minyak di Irak dan Aljazair.

Hatta dalam sambutannya yang diberi judul "Mendayung di antara Dua Karang" tersebut menguraikan konsepsi politik luar negeri Indonesia bebas aktif dengan menjelaskan politik bebas dipilih Indonesia karena saat itu tidak mudah begitu saja melepaskan diri dari keberadaan negara-negara blok Kapitalis seperti AS dan sekutunya, namun tidak dapat begitu saja mengikuti langkah Uni Soviet.

Politik bebas bermakna Indonesia tidak memihak pada aliansi atau persekutuan negara-negara berdasarkan ideologi atau tidak ikut serta pada kekuatan-kekuatan yang bermusuhan atau berkonflik. Menurut Hatta, sikap bebas Indonesia dalam politik luar negerinya bukan karena Indonesia ragu-ragu dalam memilih, namun justru bebas untuk bertindak aktif untuk berusaha meredakan ketegangan antar negara dan mewujudkan perdamaian sesuai dengan cita-cita PBB.

Adapun politik luar negeri aktif berarti Indonesia tidak akan tinggal diam atau pasif atau hanya bersikap netral mengamati perkembangan di dunia internasional, namun justru aktif dalam hubungan antar negara atau kerja sama internasional. Aktif bagi Indonesia bukan bersikap netral, karena netral adalah sikap anti-sosial. Apabila Indonesia ingin menjadi bagian penting dari komunitas internasional, Indonesia tidak dapat bersikap anti-sosial.

Dalam kesimpulannya, Tjoki berpendapat bahwa meski blok Kapitalis dan blok Komunis sudah tidak eksis, dan Perang Dingin antara kedua Blok sudah tidak ada, namun politik luar negeri bebas aktif Indonesia masih relevan dan bahkan terbukti telah menaikkan standing Indonesia di dunia internasional. Indonesia telah terpilih menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB untuk ke-4 kalinya untuk periode 2019-2020.

Indonesia juga diketahui luas oleh publik sebagai salah satu negara anggota G-20, kumpulan negara-negara besar di dunia berdasarkan ukuran produk domestik bruto (PDB)-nya.

Menurut Tjoki, mungkin banyak kalangan di tanah air yang hanya mengetahui Hatta sebagai tokoh yang berjasa mencetuskan ide pendirian koperasi untuk pemberdayaan ekonomi atau usaha berskala mikro, kecil dan menengah sehingga disebut sebagai "Bapak Koperasi Indonesia".

Mungkin sebagian kalangan lainnya mengetahui Hatta sebagai seorang figur demokrat tulen, yang dengan Maklumat X yang dikeluarkannya mendorong warga negara Indonesia yang belum lama merdeka untuk beramai-ramai mendirikan partai-partai politik sebagai wujud hasrat berdemokrasi, sehingga Hatta mungkin ada yg menyebut sebagai Bapak Demokrasi atau Pelopor Demokrasi Indonesia. Namun hanya sedikit diantara masyarakat Indonesia yang mungkin mengetahui atau menyadari bahwa Bung Hatta sesungguhnya adalah peletak dasar Politik Luar Negeri Indonesia.

Karenanya menurut Tjoki, nama Hatta sesungguhnya harus diletakkan pula dalam sejarah panjang politik dan hubungan luar negeri Indonesia, bersama MR. (Meester in de Rechten) Achmad Soebardjo, Menlu Indonesia pertama, H. Agus Salim, Menteri Muda Luar Negeri pertama, dan MR. Soenarjo Sastrowardojo, serta lainnya yang berjasa besar dan mengabdikan diri dalam pengembangan hubungan kerja sama Indonesia dengan negara-negara di dunia.

Tjoki selanjutnya mengingatkan para peserta Diskusi, bahwa dalam usianya yang mendekati 75 tahun pada 17 Agustus 2020 yang sering disebut usia Platinum, segenap anak bangsa Indonesia, termasuk generasi mudanya atau dikenal dengan sebutan Millennials, penting untuk mengetahui sejarah perjuangan bangsanya dan pemikiran-pemikiran pendiri bangsanya seperti Mohammad Hatta ini, sebagai "bekal" berharga mereka dalam melakukan langkah-langkah penting bagi Indonesia "mengukir jejak-jejak baru" dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia berikutnya.

 

 

KOMENTAR