Penembakan di Jakarta Barat Pukulan Berat Bagi Polri Untuk Lebih Berbenah

JAKARTA, INAKORAN
Tewasnya dua orang sipil dan seorang anggota TNI serta seorang lainnya harus menjalani perawatan akibat ditembak oleh seorang anggota Polri di Jakarta Barat, merupakan pukulan berat bagi institusi penegak hukum yang tengah gencar kampanye "melayani masyarakat dengan humanis" itu.
BACA:
Institut Kewarganegaraan Indonensia (IKI) Lakukan pelayanan keliling Ejawantah Riset Litbang Kompas
"Jangan surut berbenah. Ini memang pukulan berat! Segeralah berbenah. Kekerasan bukan budaya polisi modern apalagi sudah bertekad menjadi Polri yang profesional, modern dan terpercaya," pengamat kepolisian dan budaya, Suryadi, M.Si mengingatkan di Jakarta, Kamis (25/2/21).
BACA: Korban Banjir Bekasi Dapat Bantuan 500 Paket Sembako dari Politisi Golkar
Suryadi juga mengingatkan Kapolri, peristiwa itu terjadi saat jelang shubuh. Artinya, di masa Covid-19, sudah seharusnya seorang anggota Polri justru menertibkan tempat hiburan sejenis yang melanggar jam operasional.
"Kabarnya, cafe tersebut sudah dua kali terkena peringatan Pemprov DKI karena melanggar jam operasional di masa Covid ini. Lha ini kok malah ada anggota polisi minum-minum di situ," kata Suryadi.
BACA: BPNB Sumbar dan HWK Sumbar bersama DPD RI Gelar Orasi Pemajuan Kebudayaan Saniangbaka
Kalau soal tersangka dihukum atau dipecat, lanjutnya, rasanya sudah bukan hal yang mustahil lagi untuk dilakukan institusi Polri terhadap tersangka.
Lebih jauh daripada itu, jelasnya, harus dilihat dari sudut pengawasan secara organisasi terhadap pengoperasian seorang aparat yang dilengkapi oleh senjata api.
Jika hal itu diteliti secara hirarkis, lanjutnya, maka akan ditemukan kepada siapa tersangka harus bertanggungjawab dan masih layakkah seorang polisi seperti dia dipersenjatai.
Bagi seorang polisi, katanya bertamsil, senjata api itu sama dengan istri. Tidur pun tak bisa pisah dari senpi.
"Senpi harus dijaga betul-betul baik menyimpan maupun penggunaannya. Ada tertib aturannya. Misalnya, membela diri atau nyawanya benar-benar terancam. Atasan tahu itu harus terkontrol dan terlacak kemana pun si pemegang pergi," kata Suryadi.
Suryadi mempertanyakan, tersangka itu itu layak atau tidak secara emosional, psikologis, dan sosiologis?
Atau, lanjutnya, memang ada alasan lain. Misalnya, diketahui dia biasa mabuk-mabukan. Itu lebih berat lagi, tercela dan sangat tidak layak pegang senpi, ujarnya.
Peristiwa memrihatinkan dan jelas membawa pilu bagi para keluarga korban itu, harus benar-benar disikapi dengan tegas oleh seluruh jajaran pemimpin Polri dari pusat hingga ke daerah-daerah.
Ia lebih lanjut mengimbau agar Polri secara institusi benar-benar menempuh pengetatan secara proporsional dalam melengkapi setiap anggotanya dengan senpi.
Suryadi mengaku banyak mengenal anggota polisi di desa, Bhabinkamtibmas sudah bertahun-tahun bertugas tanpa dilengkapi senpi.
"Malah mereka diterima masyarakat dengan baik. Jadikan ini peristiwa yang terakhir. Jangan sampai karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Semua pihak harus mampu menahan diri dan Polri harus pula lebih realistis," imbau Suryadi.**
TAG#SURYADI, #POLRI, #PENEMBAKAN DI CAFE
204183245
KOMENTAR