Pidana Korupsi Sektor Swasta Diusulkan Masuk Rancangan KUHP

Inakoran

Friday, 02-02-2018 | 05:35 am

MDN
Ilustrasi Korupsi [ist]

Jakarta, Inako –



Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah berencana memasukkan pasal pidana korupsi di sektor swasta ke dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Rencana tersebut mendapat banyak dukungan dari berbagai kalangan, mengingat korupsi di sektor swasta ternyata jauh lebih tinggi dari apa yang diketahui publik selama ini.

Hal itu diungkapkan oleh Senior Manager Investigator Fraud EY, Budi Santoso, dalam acara diskusi di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

"Saya belajar di sektor swasta bagaimana, dan ternyata (korupsi) jauh lebih "menggila"," ujarnya.

Budi merupakan investigator senior, yang sebelumnya bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai investigator hingga Head of Commissioners Office (Korsespim KPK) pada periode 2005-2015.

Menurut Budi, meski korupsi besar, tidak banyak kasus yang masuk ke ranah hukum. Bahkan terekspos oleh media masa pun sangat sulit.

Hal ini terjadi karena para perusahaan swasta lebih memilih menutup kasus-kasus korupsi atau penyelewengan dana di perusahaannya.

"Sektor swasta lebih menjaga image-nya dia. Dia enggak mau, terutama perbankan karena banyak yang dibobol. Mereka enggak mau kehilangan nasabah jadi tidak diekspos," kata dia.

Terkait rencana pidana korupsi swasta yang akan turut diatur di KUHP, Budi menyarankan agar ruang lingkup korupsi terlebih dahulu diperluas. Sebab di UU Tipikor, hanya mengatur sekitar 30 jenis tindakan yang dinilai sebagai korupsi.

Sementara itu, Anggota Panja RUU KUHP Arsul Sani mengatakan, selama ini masyarakat umum sering mengaitkan korupsi dengan kerugian negara. Sani mengusulkan agar korupsi juga bisa dikaitkan dengan kerugian perekonomian negara. Karena itu, Arsul menilai sektor swasta juga harus bisa dijerat UU korupsi bila merugikan perekonomian negara.

"Yang ada dipikiran saya, yang besar -besar itu kaya mafia beras, mafia gula, mafia minyak. Itu memang dibabatnya tidak cukup dengan denda berdasarkan UU anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat," kata dia.

Saat ini RUU KUHP masih dalam pembahasan di DPR. Diharapkan RUU tersebut bisa segara rampung karena selama ini KUHP yang ada di Indonesia adalah produk hukum peninggalan kolonial.

KOMENTAR