Pintar Matematika Gak Harus Jago Hafal Rumus
JAKARTA, INAKORAN.COM
Oleh: Maria Stella Yosefina Galus (Mahasiswa Magister Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia)
Dalam suatu pertemuan sekelompok siswa SMP di wilayah Bojonegoro beberapa waktu lalu, saya bertanya tentang apa yang mereka pikirkan ketika mendengar kata matematika.
Jawaban mereka hampir seragam: matematika itu kebanyakan rumus. Matematika itu horor. Matematika susah karena rumusnya susah. Otak saya ga nyampe kalau hafal rumus terlalu banyak.
Persoalan-persoalan seperti ini dialami oleh hampir semua murid di setiap generasi. Akibatnya, matematika menjadi objek belajar yang paling tidak disukai banyak orang.
Bagaimana persoalan ini diatasi? Mungkin nggak anak-anak sekolah kita belajar matematika tanpa harus menghafal rumus?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita melihat kembali kepada bagaimana cara kita belajar dan mengajar matematika.
Tidak bisa dipungkiri bahwa selama bertahun-tahun cara belajar matematika di sekolah masih cenderung menjadikan rumus sebagai fokus utama.
Guru menulis rumus, siswa menghafal dan mengerjakan soal latihan dengan pola yang sama. Cara seperti ini bisa mematikan kreativitas dan berpikir kritis dari peserta didik. Akhirnya siswa tidak mampu memecahkan masalah matematika yang lebih kompleks.
Di sisi lain, tidak sedikit pula guru yang berupaya memulai dengan penjelasan konsep. Guru dengan sabar menjelaskan langkah demi langkah agar siswa mengerti logika berpikirnya.
Namun, usaha itu kerap terbentur dengan rendahnya motivasi belajar siswa yang merasa prosesnya terlalu panjang.
Ketika pemahaman konsep diabaikan dan hanya mengandalkan ingatan dalam menghafal rumus, siswa tidak mendapat pengalaman belajar yang bermakna sehingga pelajaran mudah dilupakan.
Dalam filsafat ilmu, konsep ini dijelaskan melalui dua jenis pengetahuan yakni memorial knowledge (pengetahuan ingatan) dan testimonial knowledge (pengetahuan testimoni).
Dalam bukunya yang berjudul “What is this Thing Called Knowledge_Fourth Edition” Duncan Pritchard menguraikan apa, bagaimana dan darimana pengetahuan berasal.
Di antaranya dari testimoni dan ingatan. Dunchan menjelaskan bahwa pengetahuan bisa berasal dari testiomoni orang dan ingatan kita.
Seseorang bisa memberikan sebuah kesaksian yang benar dan dapat dibenarkan dengan bukti yang handal (terjustifikasi) sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah pengetahuan.
Sementara itu ingatan seseorang juga bisa menjadi sumber pengetahuan (keyakinan benar yang dibenarkan) apabila didukung oleh bukti yang reliabel.
Namun, pada kenyataannya kesaksian dan ingatan kita bisa saja salah.
Ingatan kita bisa memberikan informasi yang keliru dan kita tidak punya cukup bukti (keandalan sumber informasi atau kebermaknaan pengalaman) untuk mempertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam kaitannya dengan berlajar matematika, kondisi ini memperlihatkan bagaimana pembelajaran matematika terjebak pada kedua jenis pengetahuan ini: testimonial knowledge dan memorial knowledge.
Testominial knowledge berarti menerima rumus matematika tanpa tahu bagaimana konsepnya. Memorial knowledge berarti menghafal rumus tanpa memahami logika di balik rumus tersebut.
Siswa perlu dibekali pengalaman yang bermakna berupa proses atau langkah-langkah yang logis untuk memahami konsep, sehingga membangun ingatan yang bertahan lama.
Lalu, apakah matematika bisa dipelajari tanpa rumus? Jawabannya: bisa.
Secara prinsip, matematika dapat dipahami tanpa harus memulai dari rumus.
Banyak konsep matematikka justru mudah dikenali melalui cerita, pola, gambar, aktivitas konkreta dan penalaran logis.
Misalnya siswa tidak perlu menghafal rumus keliling semua bangun datar jika ia sudah mengetahui konsep tentang keliling bangun datar.
Pada materi pola barisan bilangan aritmatika, siswa tidak perlu cemas apabila melupakan rumus suku ke-n dari barisan tersebut.
Cukup dia mengidentifikasi pola kemudian menentukan nilai dari suku berapapun yang ditanyakan. Dan masih banyak lagi contohnya.
Belajar matematika tidak sepenuhnya menggunakan rumus apabila pemahaman konsep dijadikan fondasi dan rumus sebagai alat.
Rumus akan muncul sebagai generalisasi bukan menjadi sesuatu yang harus dihafal.
Pada akhirnya, matematika tanpa rumus bukan berarti menghapus semua rumus matematika, melainkan matemtika yang tidak dimulai pada hafalan rumus.
Pemahaman konsep sangat penting untuk dimiliki oleh setiap peserta didik.
Rumus hanyalah alat bantu yang lahir dari proses pemahaman konsep. Rumus bisa hilang dari ingatan, tetapi konsep yang dipahami akan bertahan jauh lebih lama.
TAG#Matematika
215663676







KOMENTAR