Puasa dan Politik AT Takastur

Oleh : Adlan Daie.
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat
JAKARTA, INAKORAN
Puasa Ramadlon 1442 H telah tiba. Dimensi syari'atnya puasa adalah "doktrin" pembatasan makan minum (dan hal hal lain yang membatalkan puasa) dalam durasi waktu tertentu (dari jelang shubuh sampai magrib). Pesan spritualnya bahwa aktvititas makan dan minum meskipun sesuatu yang "mubah" dan boleh akan tetapi tidak semua yang boleh itu baik jika dilakukan secara berlebihan. Inilah cara Allah "mengkader" "orang orang mukmin" (Ya Ayyuhal ladzina amanu) agar "La'allakum Tattaqun" (Q.S. Al Baqaroh, 183), menjadi insan bertaqwa, memiliki kesadaran "sensor internal" untuk memproteksi diri dari watak rakus terhadap sesuatu yang boleh dilakukan sekalipun.
Dalam konstruksi politik puasa haruslah bertransformasi maknanya pada level mental spritual untuk membatasi kecenderungan nafsu "politik at takastur" (Q.S. At Takastur ayat 1-8), yakni politik ber megah megah diri dan muslihat memperpanjang panjang kekuasaan. Karena meskipun berkuasa sejatinya adalah hal yang boleh dan legal akan tetapi watak kekuasaan sebagaimana digambarkan Lord Action, sejarawan moralis Inggris (1887) selalu cenderung "power tens to corrupt, absolute power corrupts absolutely", bahwa Kekuasaan selalu berpotensi koruptif. Makin besar dan panjang kekuasaannya makin gila potensi koruptifnya.
Kisah "jatuhnya" Adam AS dari.surga oleh "rayuan politik" Iblis (Q.S. Al baqoroh, ayat 35) dan kisah kisah lain dalam Al quran misalnya musnahnya bangsa 'Ad dan Tsamud serta tersungkurnya Fir'un Q.S . Al Fajr ayat 7 sd 11) adalah pelajaran otentik dari Al qur an bahwa nafsu "politik at takastur" ujungnya hanyalah mencicil galian lubang kehinaan sendiri. Berkali kali sejarah politik modern memberi kesaksian betapa banyak politisi dan penguasa yang dulu dipuja puja hingga ke level "langit ke tujuh" lalu dengan mudah tersungkur dihujat rakyatnya sendiri justru karena alpa "berpuasa" dan membatasi diri dari kecenderungan politik "At takastur" di atas.
Inilah makna spritual politik dari tujuan berpuasa " La 'allakum tat taqun". Sebuah alat sensor mental spritual untuk "isi ulang" kesadaran memproteksi diri dari godaan nafsu "politik At takastur". Dalam kategori Imam Al Ghazali dalam kitabnya "Ihya Ulumuddin", puasa dari sisi tujuannya "La'allakum Tattaqun" di atas haruslah melampaui batas makna syariatnya sekedar membatasi makan dan minum, lebih dari itu, secara spritual harus menghunjam makna "jiwanya" untuk belajar membatasi diri atau mengontrol imajinasi akal akalan politiknya yang justru di era politik modern tak jarang kemampuan tipuan dimaknai sebagai keberhasilan berpolitik.
Akhirnya, seraya mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadlan 1442 H, semoga kita dilimpahi kekuatan lahir batin dan penuh khusyuk untuk menjadikan puasa sebagai "vaksin yang imun" dari watak "politik at takastur" yang dalam lirik lagu H. Rhoma Irama disebut politik "Keangkuhan, tolak pinggang setinggi dada" menuju pembentukan pribadi pribadi bertaqwa meningkat secara kualitatif. Allah SWT berfirman, "Dan ber segeralah kalian mencari bekal. Sebaik baiknys bekal (menghadap Allah) hanyalah taqwa (Q.S. Al Baqoroh, 197). Amiiiiin
TAG#ADLAN DAIE, #PWNU, #JABAR, #Puasa dan Politik AT Takastur
198866421
KOMENTAR