Rupiah Dibuka Perkasa: Bertengger di Posisi Rp 16.162/USD

Sifi Masdi

Monday, 05-08-2024 | 11:53 am

MDN
Rupiah Vs Dolar AS [ist]


 

 

 

Jakarta, Inakoran

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) memulai pekan ini dengan menguat signifikan. Pada Senin, 5 Agustus 2024, rupiah dibuka pada level Rp16.162 per USD, mencatat penguatan sebesar 0,23% atau 38 poin dibandingkan penutupan sebelumnya. Kinerja positif ini diikuti oleh beberapa mata uang utama di Asia yang juga menunjukkan penguatan.

 

Berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah tidak sendirian dalam tren positif ini. Yen Jepang mencatat kenaikan 0,90%, dolar Hong Kong naik 0,27%, won Korea Selatan menguat 0,09%, dan yuan China naik 0,26%. Selain itu, dolar Singapura dan baht Thailand masing-masing menguat 0,20%, sementara ringgit Malaysia mencatat penguatan signifikan sebesar 1,35%. Namun, tidak semua mata uang Asia mengalami penguatan. Rupee India sedikit melemah dengan penurunan 0,03%.

 

Di sisi lain, indeks dolar AS melemah 0,16% ke level 103,04. Pelemahan dolar AS memberikan angin segar bagi mata uang-mata uang Asia, termasuk rupiah.

 

Ibrahim Assuaibi, Direktur Laba Forexindo Berjangka, memperkirakan bahwa rupiah akan ditutup menguat di rentang Rp16.160-Rp16.230 pada perdagangan hari ini. Menurutnya, fokus pasar saat ini adalah data non-farm payroll AS yang akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang kondisi ekonomi AS. Pasar tenaga kerja yang mendingin akan semakin mendorong prospek penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).

 


 

BACA JUGA:

Rekomendasi Saham Pilihan: Senin, 5 Agustus 2024

Rupiah Kembali Melemah: Dibuka pada Posisi Rp16.276/USD 

Saluran  Kredit Perbankan Hingga Juni 2024 Tercapai Rp 7.478,4 Triliun

Pertamina Geothermal Energy Lakukan Ekspansi inorganik melalui Akuisisi PLTP Domestik dan Internasional 

 


 

Selain itu, pasar juga memperhatikan perkembangan tensi geopolitik di Timur Tengah yang semakin memanas. Keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) untuk menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin dan rencana kenaikan lebih lanjut tahun ini juga menjadi sorotan.

 

 

 

 

Ibrahim menjelaskan bahwa data indeks manajer pembelian AS yang lemah serta data pasar tenaga kerja yang lesu menimbulkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi. Potensi pemotongan suku bunga oleh The Fed pada bulan September mendatang mungkin datang terlambat untuk mencapai soft landing bagi ekonomi AS.

 

Dari sentimen domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa kondisi deflasi atau penurunan harga barang-barang yang terjadi dalam tiga bulan berturut-turut tidak bisa disimpulkan sebagai penurunan daya beli masyarakat.

 

 Deflasi pada Juli 2024 terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas pangan seperti bawang merah dan daging ayam ras, yang diakibatkan oleh pasokan yang melimpah di pasar. Sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan, ketika suplai melimpah dan permintaan tetap, harga cenderung turun.

KOMENTAR