Tunisia Izinkan Pesawat Bantuan Medis Turki Mendarat Untuk Kepentingan Warga Libya

Binsar

Friday, 08-05-2020 | 10:18 am

MDN
Ilustrasi [ist]

Tunisia, Inako

Tunisia mengizinkan sebuah pesawat Turki mendarat di bandara selatan Zarzis untuk mengirimkan bantuan medis kepada warga Libya di perlintasan perbatasan Ras Jedir, kata Presiden Tunisia, Kais Saied, seperti dikutip Inakoran.com dari Reuters, Jumat (8/5).

Tunisia tidak mengizinkan pasukan asing menggunakan wilayahnya untuk ikut campur dalam konflik Libya. Pemerintah yang diakui secara internasional Libya (GNA) didukung secara militer oleh Turki.

Pernyataan kepresidenan tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang misi bantuan.

Sumber Reuters,menyebutkan bahwa seorang pejabat Tunisia mengatakan, pesawat Turki tidak terbang langsung ke Libya karena bandaranya tidak aman. Tunisia meminta pasukan bea cukai dan keamanannya mengirimkan bantuan langsung ke Libya.

Presiden Tunisia, Kais Saied [ist]

 

GNA Libya mengatakan pekan lalu pasukannya akan terus berjuang setelah deklarasi gencatan senjata sepihak oleh lawan-lawannya yang berbasis di timur dalam perang saudara.

Libya telah berubah menjadi medan perang yang mematikan setrlah adanya keterlibatan para pejuang asing di negara itu.

Menurut sejumlah diplomat, Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa Bangsa telah memperingatkan Rusia soal keterlibatan negara itu melalui kontraktor swasta Rusia yang beraktivitas di Libya. Sementara Turki dan Uni Emirat Arab juga dilaporkan telah mengerahkan dronenya ke wilayah itu.

 

Baca Juga: Corona virus Kematian Melonjak di Turki; WHO. Peringatan Penggunaan Vaksin

Baca Juga: Turki Dan Suriah Di Ambang Perang Terbuka

Baca Juga: Sekelompok Perempuan di Tunisia Tuntut Poligami kepada Pemerintah

Baca Juga: Warga Tunisia Tolak Kunjungan Putra Mahkota Saudi sebagai Buntut Kasus Khashoggi

 

 Libya kini terbelah antara pemerintah yang didukung PBB berkuasa di Ibu Kota Tripoli di sebelah barat dan dilindungi berbagai milisi bersenjata. Di sebelah timur di Benghazi, Jenderal Khalifa Haftar, 75 tahun, tentara loyal Qadafi, membentuk pasukannya sendiri, Tentara Nasional Libya (LNA) dan menguasai hampir dua pertiga Libya, termasuk ladang minyak.

Sejak pemilu Juni 2014, Libya terbelah menjadi kubu parlemen yang menarik diri ke Tobruk dan koalisi sejumlah tokoh untuk membentuk pemerintahan tandingan di Tripoli. Perpecahan ini menggambarkan sejarah Libya yang dulunya terbagi menjadi wilayah Cyrenaica, sebelah timur Benghazi dan Tripolitania, di barat. Tapi kekuatan menjadi terpecah-pecah di sejumlah kota pesisir, suku, dan kelompok milisi bersenjata serta kaum Islamis. Di Tripolisi sendiri ada empat faksi milisi.

Pesawat bantuan medis Turki [ist]

 

Libya tidak punya tradisi demokrasi. Sejak beralih dari zaman kolonial Italia ke kerajaan di bawah Raja Idris Libya kemudian berada di bawah kuasa Qadafi selama 20 tahun. Campur tangan militer internasional dipimpin Prancis dan Inggris pada Musim Semi Arab, membuat Qadafi dibunuh pada Oktober 2011. Upaya NATO untuk membentuk negara kesatuan yang demokratis berujung kegagalan.

Bagi rakyat Libya, kondisi semacam ini membuat mereka merasakan inflasi tinggi, jatuhnya mata uang, pembatasan listrik, antrean di bank, dan kekerasan tak bertepi.

Seperti di Suriah dan Yaman, Libya menjadi ajang persaingan sejumlah negara di kawasan Timur Tengah. Turki dan Qatar mendukung pasukan di barat (Tripoli) sedangkan Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Mesir, mendukung pasukan timur.

 

KOMENTAR