UU TPKS dan Hak Perempuan

Binsar

Thursday, 14-04-2022 | 10:32 am

MDN
Puan Maharani memimpin Paripurna Pengesahan RUU TPKS [ist]

 

 

 

Oleh Laurent

 

Kegembiraan menyeruak dari ruang sidang paripurna ketika Puan mengetok palu persetujuan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Selasa 12 April 2022. Pengesahan ini disetujui oleh mayoritas fraksi, terkecuali PKS.

Undang-undang ini akan memproteksi perempuan dari tindakan yang dikategorikan sebagai kekerasan seksual termasuk pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual. Selain itu masih ada bentuk kekerasan seksual yang merujuk pada undang-undang lain.

Perjalanan untuk sampai pada hari penentuan tersebut panjang dan berliku. Berulang kali pembahasan RUU ini tertunda dan membuat banyak aktivis perempuan resah lalu menjadi skeptis, dan bahkan memberikan penilaian keras bahwa pemerintah gagal melindungi warganya yang rentan.

RUU TPKS harus menunggu 10 tahun lamanya untuk disahkan. RUU ini juga sempat keluar masuk prolegnas, bahkan pada 2020 RUU dikeluarkan dari pembahasan prolegnas karena tak dilihat sebagai RUU prioritas. Alasan pengeluaran RUU ini karena dianggap sulit dalam pembahasannya.

Kelompok yang paling banyak dirugikan dengan maju mundurnya pembahasan ini adalah para korban kekerasan seksual, terutama kaum perempuan yang paling rentan.

 

Puan Maharani memimpin Paripurna Pengesahan RUU TPKS [ist]

 

Setiap tahunnya laporan kasus kekerasan seksual melonjak terus. Sebagai gambaran pada tahun 2017 laporan kasus kekerasan seksual mencapai lebih dari 250 ribu kasus. Laporan ini meningkat hampir mencapai 350 ribu kasus pada tahun 2018. Mayoritas kasus kekerasan dilakukan oleh keluarga dekat korban. Tahun-tahun selanjutnya kekerasan seksual melalui platform online kian marak.

Perwakilan kelompok dan aktivis yang hadir menyaksikan proses pengesahan RUU melihat bahwa pengesahan ini merupakan perkara akan pengakuan terhadap perlindungan bagi perempuan.

Ketua DPR-RI, Puan Maharani dinilai memiliki andil besar dalam upaya pengesahan RUU tersebut. Penghargaan akan peran Puan tampak pasca pengesahan. Ia mendapatkan standing ovation dan penghargaan atas komitmennya memperjuangkan hak-hak dan perlindungan bagi perempuan.

Puan menilai, UU TPKS menjadi hadiah bagi kaum perempuan. Puan mengatakan,"Pengesahan RUU TPKS menjadi UU adalah hadiah bagi seluruh perempuan Indonesia menjelang diperingatinya Hari Kartini sebentar lagi."

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa keberhasilan DPR mengesahkan UU, menjadi bukti adanya kemajuan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia.

Dengan suara bergetar Puan nyatakan, "UU TPKS adalah hasil kerja bersama dan komitmen bersama untuk menegaskan bahwa tidak ada lagi tempat bagi kekerasan seksual di Indonesia!"

Hadiah yang dikatakan Puan ini tak lain merupakan sebuah pengakuan terhadap hak-hak perempuan. UU ini, kata Puan, adalah jawaban akan sebuah penantian panjang bagi para korban dan para pejuang hak-hak perempuan.

Institusi negara adalah institusi terkuat dalam penegakan kedaulatan harga diri seorang perempuan. Pengakuan oleh negara menjadi pengakuan akan jaminan perlindungan terhadap individu itu sendiri. Dengan adanya jaminan perlindungan hukum, negara hadir dan membangun solidaritas yang penuh terhadap korban tindak kekerasan seksual yang sudah terjadi, yang diungkapkan secara terbuka ke publik, atau yang hanya disimpan sendiri karena dinilai sebagai aib.

 

 

Selain itu, masih memerlukan perlindungan sosial untuk membangun rasa saling menghormati antar anggota kelompok masyarakat.

Pengakuan ini juga membutuhkan adanya jaminan rasa hormat dari para anggota kelompok masyarakat kepada anggota kelompok rentan lainnya, yakni perempuan. Termasuk juga, keluarga sebagai institusi terkecil agar mulai lebih sadar dalam memberikan perlindungan yang layak sehingga individu dapat menghadirkan rasa aman, menumbuhkan rasa kepercayaan diri pada individu, terutama anak-anak untuk mengetahui bahwa mereka pun mendapatkan perlindungan.

KOMENTAR