Waduk Sermo dan Politik Identitas, Kaum Muda Perkuat Solidaritas
JAKARTA, INAKORAN
Momentum peringatan ke-93 Sumpah Pemuda menjadi saat refleksi bagi kaum muda di Yogyakarta di tengah isu perpecahan bangsa yang digiring politik identitas yang kian menguat.
Mereka merupakan kelompok yang dirugikan ketika isu politik nasional tidak memperlihatkan kedewasaannya.
Politik identitas yang dibangun dengan menggunakan segala cara dan maksud memecahkan persaudaraan bangsa, dipakai politisi murahan negeri ini hanya untuk meraup suara elektoral dan memperbesar pundi-pundi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
BACA:
Aipda Roni Syahputra Terpidana Mati kasus pembunuhan terhadap dua wanita di Medan dipecat
Tak ada kepentingan nasional yang dipikirkan dan diperjuangkan, selain diri yang egoistik. Tak heran bila masyarakat terus-menerus dikerangkeng menjadi kanak-kanak seperti si unyil yang tak pernah bebas tumbuh menjadi dewasa.
Permenungan eksistensial itu mengemuka dalam Kemah Bersama Relawan Jokowi Hore Yogyakarta yang diselenggarakan di tepi Waduk Sermo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam rangka merayakan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021.
Sekitar 250 peserta menghadiri malam refleksi itu. Mereka datang dari pelbagai latar belakang.
BACA:
Realita Pahit di Balik Janji Manis Globalisasi
Beberapa anak muda itu berasal dari Papua, Palu, Makassar, Kei, NTT, Kalimantan dan Sumatera. Mereka tengah menekuni studi di Kota Yogyakarta.
Mereka sadar, kini mereka hidup dalam cengkeraman politik kepentingan diri.
Sore menjelang malam (27/10/2021), di bawah langit terbuka dan udara segar, mereka tundukkan kepala berdoa kepada para pemimpin bangsa dan kaum muda yang di tahun 1928 itu telah berani mengikrarkan diri sebagai satu bangsa.
Pelajaran sejarah inilah yang ingin mereka petik maknanya untuk mencerahkan kehidupan kaum muda yang selama ini telah menjadi korban politik busuk berbalut baju identitas.
Makna Sumpah Pemuda itu coba dikaitkan dengan sikap hidup di bawah ideologi Pancasila sebagai sumber nilai hidup bernegara dan berbangsa.
Anggota Dewan Kebudayaan Yogyakarta Gus Imam Syafei’i membawa peserta untuk menukik lebih dalam lagi tentang hidup dalam masyarakat pluralistik dan mengedepankan semangat toleransi.
Gus Imam mengatakan, kaum muda saat ini akan menentukan wajah masa depan Indonesia. Maka kaum muda harus kritis terhadap semua bentuk manipulasi manusia.
“Sekarang ini masyarakat dan kaum muda sedang dibentur-benturkan dengan dogma-dogma yang mengandung kekerasan dan manipulatif. Orang-orang didorong untuk membenci orang lain lewat ajaran-ajaran yang tidak benar dan keliru. Mereka merupakan kelompok orang picik dan tak bertanggung jawab.
Mereka memiliki karakter feodalistik, yang menganggap diri dan kelompoknya paling benar, dan kelompok lain itu salah,” kata Gus Imam, menyadarkan anak muda yang sejak awal mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Gus Imam, sebaliknya, mengajak anak-anak muda di Yogyakarta untuk hidup dengan nilai-nilai Pancasila, yang tidak saja percaya kepada Tuhan, tetapi juga mencintai sesama dengan memberi rasa keadilan kepada mereka.
BACA:
IKI Menjajaki Kerjasama dengan Petani Kakao dan Disdukcapil Gunung Kidul
“Saya tidak ingin menjelaskan Sumpah Pemuda dan Pancasila sebagai sebuah nostalgia. Kita mulai dengan melihat pengalaman konkrit kita sehari-hari.
Di kampus dan tempat kerja, kita bertemu dengan teman-teman dari pelbagai latar belakang. Kita saling membantu dan memperhatikan. Kembangkan terus pengalaman seperti itu di luar kampus, di tengah masyarakat.
Sehingga bila ada hasutan dan isu diskriminatif, Anda harus membalasnya dengan narasi-narasi yang benar dan sejuk,” ungkap Gus Imam.
Gus Imam mengajak kaum muda dan para Relawan Jokowi Hore itu untuk membangun sikap toleransi dengan sesama yang dijumpai dalam keseharian. Menurutnya, sikap toleransi menjadi bukti seorang Pancasilais sejati.
Agar kaum muda tak mudah digiring isu politik identitas, menurut Tito Haryanto, seorang pegiat Pancasila, kaum muda perlu mempelajari sejarah bangsa, termasuk sejarah Sumpah Pemuda.
BACA:
4 Latihan Mandiri Untuk Wanita Karir Agar Tetap Bugar & Sehat
Di masa Orde Baru, menurutnya, banyak fakta sejarah telah dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa. “Sejarah gerakan-gerakan kaum perempuan di Indonesia dimanipulasi, dan peran perempuan didomestifikasi, menjadi sekedar orang yang mengurus rumah,” Tito mencontohkan bukti manipulasi yang pernah terjadi.
Di perkemahan, pada malam itu, kaum muda ini menyatukan persepsi dan hati mereka untuk memanifestasikan nilai-nilai Pancasila pada lingkungannya.
Mereka tak mau terjebak pada politik murahan, politik identitas yang selalu menggiring isu-isu perpecahan dan diskriminatif.* (Rika)
TAG#SUMPAH PEMUDA, #RIKA, #28OKTOBER, #PANCASILA
188659690
KOMENTAR