Kembali ke Khittah Partai Golkar Indramayu

Saverianus S. Suhardi

Wednesday, 19-10-2022 | 10:36 am

MDN
H. Adlan Daie-Pemerhati politik dan sosial keagamaan

 

 

Jakarta, Inako

Partai Golkar Indramayu menggelar diskusi ilmiah pada tanggal 17 Oktober 2022 di hotel Handayani Indramayu dalam rangka untuk memperingati HUT Partai Golkar ke-58.

Menurut perspektif penulis, mengutip cara pandang Francis Fukuyama dalam "the end of history", sebuah cara elegan dari puncak jalan peradaban politiik untuk kembali "ke khittah" politiknya, yakni kembali memenangkan pileg dan pilkada 2024.


Baca juga: Jalan Sehat Partai Golkar Menuju 58 Tahun Berkarya Untuk Negeri


Artinya,  Partai Golkar Indramayu meletakkan kekuatan politiknya bukan sekadar “dealer politik" melainkan lebih dari itu sebagai "leader politik".

Diskusi ilmiah di atas mungkin "rugi" dalam tukar tambah transaksi finansial politik tetapi berguna karena menghadirkan transaksi gagasan politik dalam  mengartikulasikan interest publik dan advokasi solutif terhadap problem publik dalam mengkonstruksi desain "maslahat publik."

Hal itu barangkali yang dimaksud Prof. Karim Suryadi, guru besar ilmu komunikasi politik UPI, salah satu pemateri diskusi ilmiyah di atas yang dihadiri ketua MUI, ketua PCNU Indramayu dan tokoh lintas generasi dan profesi, bahwa institusi partai politik modern harus hadir membawa harapan baru publik.

Politik tanpa harapan, kata penyair Pakistan Mohamad Iqbal, hanyalah jalan panjang kegelapan yang menyesakkan ruang kebatinan publik.

"Dealer politik" - mengadaptasi makro teori "oligarkhi politik" Jefry Wonters  - adalah mindset pedagang politik di mana aktivitas politiknya nyaris sepenuhnya hanya terkait dengan "cash flow" atau untung rugi secara elektoral dan tukar tambah aktivitas politik, misalnya sekadar hendak mendapatkan sertifikat penghargaan dan rekor MURI secara privat. Itu cara politik semi primitif.

Sementara di sisi lain, "leader politik" adalah politisi yang lahir dari persemaian kaderisasi institusi partai politik modern.

Orientasi kerja politisi sebagai pemimpin politik bergulat pada bagaimana harapan kolektif publik didesain dalam konteks kebijakan memproteksi maslahat publik jauh di atas untung rugi secara personal dan golongan.

Itulah politik sebagai "The end of History" puncak jalan peradaban politik modern.


Baca juga: Ketum Golkar Airlangga Hartarto Minta Kader Siap Menangkan Golkar Pada Pileg dan Pilpres 2024


Partai Golkar indramayu memiliki kapasitas untuk tampil menjadi "leader politik" dan kembali ke khittah politiknya memenangkan pileg dan pilkada 2024 minimal pertama, partai Golkar memiliki kapasitas "intelektual politik" relatif berimbang dengan keterampilan politiknya.

Kedua, gestur politik partai Golkar bersifat "melting pot party", tidak resisten dan relatif mudah diterima beragam segmentasi sosial dari varian petani penggarap hingga purna birokrat, dari islam "bergamis" hingga "berkopiah hitam."

Penulis berulang kali mendeskripsikan dua variabel politik Partai Golkar di atas dalam sejumlah tulisan. Bahwasannya, Partai Golkar Indramayu memiliki kapasitas politik untuk tampil menjadi pemimpin politik,  penuntun jalan keteladanan dan tempat berteduh harapan rakyatnya.

Ini adalah jalan Partai Golkar Indramayu untuk kembali ke khittah politiknya, yakni khittah "kekaryaan" dalam kepemimpinan politik dengan memenangkan pileg dan pilkada 2024.

Pertanyaan hipotesisnya apakah partai Golkar indramayu dengan gestur politik di atas mampu kembali ke khittah nya menjadi "leader" politik pada 2024 atau sekedar "puas diri" menjadi "dealer" politik?

Mengutip Ibnu Ataillah Al Askandary, jawabannya tergantung apakah pemimpin partai Golkar Indramayu bermental "singa" atau bermental "kambing e tawa", inferior dan tidak "risk taker", takut mengambil risiko politik secara terukur?

 

Selamat HUT partai Golkar ke 58. 

Wassalam.

(Oleh: H. Adlan Daie-Pemerhati politik dan sosial keagamaan)

 

TAG#Politik, #Golkar, #Pemilu, #Pilkada

198732514

KOMENTAR