Ada Kejahatan Penyerobotan di Nangahale, Krisrama Wajib Bela Haknya

Jakarta, Inakoran
Tim Advokasi Forum Komunikasi Komunitas Flobamora (FKKF) Jabodetabek telah mengantungi data yuridis dan data fisik terkait tanah hak guna usaha (HGU) PT Krisrama di Nangahale, Sikka, Flores. Tim juga telah menghimpun data lapangan, termasuk berbagai keterangan, dan menegaskan bahwa terjadi mobilisasi massal warga dari luar Nangahale untuk mengokupasi lahan HGU PT Krisrama.
Hal itu disampaikan Petrus Selestinus SH, advokat dari Tim Hukum FKKF untuk PT Krisrama, Minggu (16/2) di Jakarta. Dia juga menegaskan, dalam kasus lahan HGU itu, publik harus proporsional dan obyektif melihat serta menempatkan PT. Krisrama dengan semua aktivitasnya sejak masih bernama PT. DIAG, sebagai aksi korporasi seperti korporasi lainnya dalam mewujudkan tujuan usahanya.
“Apalagi PT. Krisrama baru mendapatkan Sertifikat HGU (SHGU) dari Negara, yang tentu saja memikul beban hukum yang diwajibkan oleh negara, di mana PT Krisrama selaku pemegang konsesi HGU atas lahan Nangahale yang wajib dipenuhi di samping hak-haknya yang dijamin oleh Negara melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Petrus.
Ada beberapa oknum, baik itu spekulan tanah maupun provokator dari luar daerah, yang berusaha memanipulasi posisi PT. Krisrama. Itu antara lain dengan memobilisasi warga dari luar untuk menduduki lahan HGU, dan paling buruk lagi adalah menarik Keuskupan Maumere sebagai lembaga keagamaan yang dalam menjalankan tugasnya, dicampuraduk dalam urusan lahan HGU Nangahale.
“Karena itu PT. Krisrama harus diletakkan sebagai organ yang otonom dan mandiri dalam visi dan misinya, karena ia tunduk pada UU PT dan UU terkait lainnya,” ujar Petrus.
Publik harus melihat PT. Krisrama sebagai sebuah entitas bisnis dan berwatak korporasi karena itu Negara memberikan SHGU. Penerbitan SHGU dengan syarat perusahaan harus mampu merawat, mengelola lahan dan mempertahankan hak, kewajiban dan larangan yang diberikan oleh Negara kepadanya terkait SHGU atas lahan Perkembunan Kelapa di Nangangahale.
Korporasi wajib bela haknya
Sebagai sebuah korporasi yang berbadan hukum, kata Petrus, PT. Krisrama adalah sebuah subyek hukum yang sama dengan korporasi lainnya yang di dalam dirinya melekat kewajiban, hak, larangan dan tanggung jawab hukum.
“Dalam kaitan dengan SHGU atas lahan perkembunan lelapa di Nangahale, PT. Krisrama telah melakukan tindakan hukum yang tepat tanpa harus membebani aparatur negara, yaitu membongkar atau membersihkan bangunan gubuk liar di atas lahan SHGU yang diberikan oleh Negara,” katanya.
Selain melakukan tindakan hukum berupa membersihka bangunan liar, PT. Krisrama juga telah melaporkan pihak-pihak yang menyerobot lahan SHGU Nangahale di Kepolisian Sikka untuk diproses hukum secara pidana. Hal ini tentu sebagai langkah hukum mendidik masyarakat untuk menghargai dan menghormati hak pihak lain melalui proses pidana di Kepolisian hingga Pengadilan.
Menurut Petrus, PT. Krisrama takkan berhenti hanya pada proses pidana penyerobotan lahan. Tim Hukum saat ini sedang mengidentifikasi siapa saja pelaku tindak pidana yang masih berkeliaran dan belum disentuh hukum. “Tim juga menyiapkan beberapa langkah hukum untuk memproses pidana pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana tetapi belum disentuh selama ini,” ujarnya.
Tindak pidana itu, antara lain menyuruh melakukan kejahatan ( doen pleger ) penyerobotan lahan, menyebarkan berita bohong untuk mengadu domba antarwarga (umat) di Sikka. “Juga dugaan menjual lahan SHGU PT. Krisrama setelah dikavling-kavling di antara sesama penyerobot, siapa pun mereka,” kata Petrus, yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Menurut Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara ini, publik harus melihat langkah hukum PT. Krisrama sebagai tindakan yang wajib hukumnya, suka tidak suka, mau tidak mau, PT. Krisrama harus tunjukan watak korporasinya.
“Perusahaan harus melakukan tindakan hukum untuk membela haknya, oleh karena selaku penerima hak (SHGU) ia dituntut untuk memenuhi kewajiban terhadap Negara sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundangan-undangan,” kata Petrus.
SHGU PT Krisrama dan Kepentingan Umum
Perintah UU tersebut terhadap PT Krisrama terkait SHGU adalah harus sungguh-sungguh melakukan usaha-usaha di atas lahan sesuai dengan tujuan pemberian SHGU. Perintah itu bersifat segera setelah Negara memberikan SK. SHGU dan serah terima SHGU kepada PT. Krisrama atas lahan yang dikuasai oleh Negara di Nangahale itu.
“Jadi PT. Krisrama bukan terima cek kosong dari Negara lantas seenaknya mengisinya sesuka hati. Melainkan SHGB itu diberikan Negara kepada PT. Krisrama dengan sejumlah syarat yang bersifat mengikat, sesuai dengan norma, standar, kriteria yang berlaku. Tidak untuk membagi-bagi kavling sebagian atau seluruhnya kepada kelompok yang menamakan diri Masyarakat Adat Suku Soge Natar Mage dan Suku Goban Runut. Tidak,” katanya.
Kewajiban utama PT. Kriarama yang harus dilakukan untuk mempertahankan haknya atas lahan SHGU No. 4 s/d.13 (10 sertifikat), sebagaimana telah dilakukan selama ini yaitu menertibkan bangunan liar di atas lokasi. Tindakan itu wajib kita apresiasi dan harus dipandang sebagai tindakan atau aksi korporasi untuk mempertahankan haknya, sesuai dengan amanat UUPA dan PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Pada posisi ini, PT. Krisrama atau siapapun pemegang SHGU, wajib hukumnya untuk mempertahankan haknya atas nama Negara terlebih terkait pemberian SHGU. Antara Pemerintah dan PT. Krisrama ada keputusan dan perjanjian pemberiannya.
“Sehingga, konsekuensinya siapa pun pihak ketiga yang menyerobot dan berkehendak menguasai secara melawan hukum, maka PT. Krisrama memiliki kekuasaan untuk mengusir dan membongkar gubuk-gubuk liar dan bangunan semi permanen yang telah dibangun oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar advokat kelahiran Sikka ini.
.jpg)
Dengan demikian, kata Petrus lagi, ketika lahan SHGU PT. Krisrama diduduki oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, terutama karena tidak memiliki alas hak apa pun tetapi secara melawan hukum mencoba menguasai dan mendirikan bangunan gubuk liar di atas lahan SHGU PT. Krisrama.
“Maka PT. Krisrama selaku korporasi wajib memprlihatkan ‘watak korporasinya’ (bukan institusi agama). Sekali lagi ‘watak korporasinya’ berhak membongkar dan mengosongkan para penyerobot dan/atau penghuni di atas bangunan liar, jika perlu dengan bantuan aparatur Negara,” katanya.
Petrus menegaskan, secara hukum PT. Krisrama berhak dan berkuasa untuk membongkar sendiri gubuk-gubuk liar di atas lahan SHGU dimaksud. “Jika dipandang perlu maka PT. Krisrama juga berhak meminta bantuan Pemda Sikka dengan Perangkat Satpol PP untuk membongkar bangunan gubuk liar di atas lahan SHGB tanpa syarat, karena terkait pemberian SHGU kepada PT. Krisrama, masih melekat kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi di samping PT. Krisrama harus memanfaatkan jak yang diberikan oleh Negara lewat SHGU atas nama PT. Krisrama,” ujar Petrus.
Petrus juga menegaskan apa yang dimaksudkan dengan kewajiban, larangan, dan hak PT Krisrama. Selaku pemegang SHGU, PT. Krisrama diberi beban berupa kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan amanat UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah tentang Hak Atas Tanah.
“Terkait dengan kewajiban, seperti diamanatkan UU terebut, ada setidaknya 12 kewajiban yang harus dipenuhi PT. Krisrama selaku pemegang SHGU Nangahale. Antara lain, misalnya, melaksanakan usaha pertanian, peternakan, memelihara tanah, menambah kesuburan, dan mencegah kerusakan, serta lainnya,” kata Petrus.
Sedangkan terkait larangan, SHGU, PT. Krisrama selaku pemegang SHGU, dilarang menyerahkan pemanfaatan lahan SHGU kepada pihak lain, kecuali dalam hal diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan. “PT. Krisrama juga dilarang mendirikn bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi, menelantarkan tanahnya, dan sebagainya,” kata dia.
Di samping itu terkait hak. Selaku pemegang SHGU, PT. Krisrama berhak menggunakan dan memanfaatkan tanah yang diberikan dalam SHGU, sesuai dengan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya. “Memanfaatkan sumber daya air dan sumber daya alam di atas tanah dengan SHGU dan melakukan perbuatan hukum,” jelas Petrus.
Atas dasar kewajiban, larangan dan hak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada, maka PT. Krisrama berkepentingan untuk mengosongkan dan membongkar bangunan darurat dan liar yag didirikan oleh pihak ketiga yang tidak berhak. Di sinilah publik harus memahami tindakan dilakukan oleh PT. Krisrama beberapa waktu yang lalu, sebagai tindakan yang sah dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan amanat UU.
Maka, terhadap pihak-pihak yang mendirikan bangunan liar tanpa izin/persetujuan PT. Krisrama, jelas menghambat tujuan HGU PT. Krisrama dan Pemerintah. Terhadap mereka yang menyuruh melakukan dan memfasilitas pendirian gubuk liar di atas lahan SHGU PT. Krisrama, pada saatnya akan dimintai pertanggunjawaban pidana di Kepolisian sampai proses hukum di Pengadilan. Saat ini PT. Krisrama fokus untuk memenuhi perintah UU yaitu membersihkan gubuk liar di atas lokasi HGU.
TAG#tanah nangahale, #maumere, #pt krisrama, #hgu, #fkkf
189933410

KOMENTAR