Harga Minyak Dunia Melemah 1%: Dampak Ancaman Perang Dagang

Sifi Masdi

Friday, 14-03-2025 | 11:55 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah dunia mengalami pelemahan lebih dari 1% pada Kamis (13/3/2025), dipicu oleh kekhawatiran terhadap dampak perang dagang global serta ketidakpastian terkait upaya gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina. Sentimen negatif ini mendorong investor untuk mengambil sikap hati-hati di tengah dinamika ekonomi global yang semakin kompleks.

 

Berdasarkan laporan Reuters, Jumat (14/3/2025), harga minyak Brent turun US$1,07 atau 1,5% menjadi US$69,88 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) AS melemah US$1,13 atau 1,7% ke level US$66,55 per barel. Pelemahan harga ini sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya ketegangan dagang akibat kebijakan proteksionisme Amerika Serikat.

 

Presiden AS Donald Trump kembali memicu kekhawatiran pasar dengan ancaman tarif 200% terhadap anggur, cognac, dan minuman beralkohol dari Eropa. Langkah ini menandakan eskalasi dalam perang dagang global, yang dapat berdampak pada permintaan energi di sektor industri dan transportasi.

 

Analis senior Price Futures Group, Phil Flynn, menilai bahwa ketidakpastian ini mengguncang kepercayaan pelaku pasar dan menekan sentimen di pasar minyak.

 

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan bahwa pasokan minyak global tahun ini berpotensi melampaui permintaan hingga 600.000 barel per hari. Proyeksi pertumbuhan permintaan juga direvisi turun menjadi 1,03 juta barel per hari, atau lebih rendah 70.000 barel dibandingkan estimasi sebelumnya.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Antam Melonjak Rp28.000: Jumat (14/3/2025)

IHSG Anjlok 1% di Akhir Pekan

Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Pelemahan Dolar

Harga Minyak Dunia Anjlok: Imbas Perlambatan Ekonomi AS dan China


 

Analis Citi bahkan memprediksi bahwa harga minyak Brent bisa turun ke kisaran US$60 per barel pada paruh kedua 2025, seiring dengan kebijakan Trump yang berfokus pada stabilitas harga bahan bakar dalam negeri.

 

Sementara itu, Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, menyatakan bahwa ekspektasi pertumbuhan permintaan minyak sangat bergantung pada perkembangan kebijakan tarif dan respons dari negara mitra dagang AS.

 

Di ranah geopolitik, Presiden Rusia Vladimir Putin mengisyaratkan kesediaan untuk menyetujui proposal gencatan senjata yang diajukan AS, namun menegaskan bahwa kesepakatan tersebut harus memberikan solusi jangka panjang bagi konflik Rusia-Ukraina. Meski begitu, analis UBS, Giovanni Staunovo, skeptis bahwa gencatan senjata akan secara signifikan meningkatkan pasokan minyak Rusia di pasar global.

 

Dari sisi produksi, OPEC melaporkan lonjakan output pada Februari, dengan Kazakhstan sebagai salah satu kontributor utama. Meskipun demikian, kelompok produsen minyak ini tetap berupaya mempertahankan kepatuhan terhadap target produksi dan secara bertahap mencabut kebijakan pemangkasan pasokan.

 

Faktor lain yang turut membebani harga minyak adalah merosotnya permintaan bahan bakar pesawat. Berdasarkan data Administrasi Keamanan Transportasi AS, jumlah penumpang pada Maret turun 5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, setelah stagnasi lalu lintas pada Februari.

 

Namun, laporan JP Morgan menunjukkan bahwa hingga 11 Maret, permintaan minyak global masih tumbuh menjadi 102,2 juta barel per hari, naik 1,7 juta barel dibandingkan tahun sebelumnya.

 

 

 

KOMENTAR