Harga Minyak Mentah Naik di Tengah Ancaman Serangan Houthi

Jakarta, Inakoran
Harga minyak mentah kembali menguat pada perdagangan Senin (17/3/2025), didorong oleh prospek ekonomi positif dari dua negara konsumen minyak terbesar dunia, Amerika Serikat dan China. Selain itu, ketegangan geopolitik akibat serangan AS terhadap kelompok Houthi di Yaman semakin meningkatkan kekhawatiran pasar akan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.
Berdasarkan laporan Bloomberg, Selasa (18/3/2025), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April naik 0,6% ke level US$67,58 per barel, sementara minyak Brent untuk pengiriman Mei menguat 0,7% ke US$71,07 per barel.
Kenaikan harga ini terjadi setelah data penjualan ritel AS menunjukkan perlambatan yang lebih kecil dari perkiraan. Sementara itu, China berupaya menstabilkan pasar saham dan properti melalui serangkaian kebijakan ekonomi, termasuk kenaikan upah dan insentif untuk meningkatkan angka kelahiran, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Xinhua.
BACA JUGA:
Harga Emas Antam Naik Rp 4.000 : Selasa (18/3/2025)
IHSG Anjlok ke Zona Merah: Turun 0,83%
Harga Minyak Mentah Naik 1%: Imbas Rencana AS Serang Houthi
Harga Bitcoin Diperkirakan Sentuh USD 100.000 di Akhir Maret: Apa Faktor Pendorongnya?
Presiden AS Donald Trump menegaskan dalam unggahan media sosialnya bahwa serangan maritim oleh kelompok Houthi akan dipandang sebagai tindakan langsung dari Iran. Pernyataan ini diperkuat oleh Menteri Pertahanan Pete Hegseth, yang menegaskan bahwa serangan terhadap kelompok Houthi akan terus dilakukan hingga mereka menghentikan aksi terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
Ketegangan ini dinilai berpotensi menghidupkan kembali risiko geopolitik di pasar minyak. Wakil Presiden Senior BOK Financial Securities, Dennis Kissler, menyatakan bahwa situasi ini dapat menyebabkan pelaku pasar yang sebelumnya mengambil posisi jual mulai menarik diri. Secara teknikal, Kissler mencatat bahwa kontrak minyak mentah AS untuk bulan depan menghadapi level resisten di kisaran US$68,56.
Meskipun harga minyak mengalami kenaikan, saat ini masih berada lebih dari US$10 per barel di bawah level tertinggi yang tercatat pada Januari 2025. Beberapa faktor yang menekan harga minyak termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan akibat kebijakan proteksionisme Trump, keputusan OPEC+ untuk meningkatkan pasokan, serta kemungkinan berakhirnya perang Ukraina yang berpotensi mengembalikan pasokan minyak Rusia ke pasar global.
Dalam upaya meredakan ketegangan global, Trump dikabarkan akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan ini. Pembicaraan ini bertujuan untuk menengahi kesepakatan guna mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun.
Meskipun pasar minyak masih menunjukkan pola backwardation—di mana harga kontrak jangka pendek lebih tinggi dibandingkan jangka panjang—Goldman Sachs memangkas proyeksi harga minyak Brent. Kebijakan tarif agresif Trump terhadap mitra dagang utama AS dinilai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global dan menekan permintaan minyak.
Namun, dalam jangka pendek, harga minyak diperkirakan akan mengalami pemulihan moderat. Hal ini didukung oleh ketahanan ekonomi AS serta sanksi terhadap Rusia yang masih berlanjut, menjaga fundamental pasokan dan permintaan tetap kuat.
KOMENTAR