IHSG Menguat 0,23% di  Awal Pekan

Sifi Masdi

Monday, 16-06-2025 | 10:57 am

MDN
Ilustrasi pergerakan saham [ist]


 

 

Jakarta, Inakoran

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada awal perdagangan pekan ini, Senin (16/6), dengan kenaikan sebesar 0,23% atau 16,50 poin ke level 7.182,57. Meski kondisi pasar global masih diliputi ketidakpastian, sejumlah saham unggulan di sektor emas dan energi tampak mencuri perhatian investor.

 

Data RTI Business pada pukul 09.01 WIB menunjukkan IHSG bergerak dalam rentang 7.158 hingga 7.184. Volume perdagangan mencapai 633,02 juta saham dengan nilai transaksi sebesar Rp527,83 miliar dalam 53.872 kali transaksi. Sebanyak 188 saham tercatat menguat, 150 saham melemah, dan 254 saham stagnan, dengan kapitalisasi pasar menyentuh Rp12.557 triliun.

 

Di antara saham yang mencatatkan kinerja positif, saham emiten emas seperti ANTM naik 1,52% ke Rp3.350 per lembar, dan AMMN melonjak 2,74% ke Rp8.425. Tak kalah menarik, saham energi Grup Bakrie, ENRG, melesat 7,30% ke level Rp294 per saham.

 

Namun, tidak semua saham besar ikut serta dalam reli pagi ini. Saham bank besar seperti BBCA dan BBRI justru terkoreksi masing-masing sebesar 1,11% dan 0,25%, menyusul tekanan teknikal dan sentimen eksternal yang masih membayangi pasar.
 


BACA JUGA:

Harga Bitcoin Tembus USD 110.000 Per Coin: Tanda Kebangkitan Aset Digital?

Harga Minyak Dunia Melambung: Dampak Serangan Israel ke Iran

Harga Emas Antam Naik Rp 23.000 per Gram: Jumat (13/6/2025)


 

Meski dibuka menguat, analis masih memperingatkan adanya potensi koreksi lanjutan. Valdy Kurniawan, Head of Research Phintraco Sekuritas, menyebut bahwa secara teknikal IHSG menunjukkan sinyal pelemahan. Indikator Stochastic RSI membentuk death cross, dan MACD menunjukkan negative slope yang melebar—tanda bahwa tren pelemahan bisa berlanjut.

“IHSG berpotensi menguji level MA200 di kisaran 7.132 hingga support psikologis di 7.100,” jelas Valdy dalam risetnya, Minggu (15/6).

 

Situasi geopolitik juga memberikan tekanan tambahan. Serangan militer Israel terhadap fasilitas nuklir Iran memicu ancaman pembalasan dari Teheran dan mendorong harga minyak mentah dunia naik lebih dari 6% ke atas US$72 per barel. Pasar Asia pun merespons negatif karena kekhawatiran akan dampak ekonomi global.

“Serangan ini menjadi pengingat bahwa risiko geopolitik tidak bisa lagi diabaikan,” tambah Valdy.
 

Selain sentimen luar negeri, IHSG juga dibebani oleh aksi ambil untung pasca cum date dividen, serta data ekonomi domestik yang kurang menggembirakan. Penjualan ritel Indonesia pada April 2025 tercatat turun 0,3% YoY, berbalik dari kenaikan 5,5% pada Maret. Ini menjadi kontraksi tahunan pertama sejak April 2024, menunjukkan pelemahan konsumsi masyarakat.

 

Meski kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih, sektor konsumer masih menjadi incaran sejumlah analis. Christy Halim dari BRI Danareksa Sekuritas bahkan memberikan rekomendasi overweight untuk sektor ini, didorong oleh stimulus fiskal dan penguatan nilai tukar rupiah yang mencapai 4% dari puncaknya di April.

Dengan lebih dari 50% biaya bahan baku emiten konsumer dalam denominasi dolar AS, penguatan rupiah dinilai bisa meringankan tekanan margin.

 

Selain itu, lima stimulus pemerintah sejak awal Juni, termasuk bantuan subsidi upah, diharapkan bisa menopang daya beli masyarakat menengah ke bawah, meskipun subsidi listrik selama dua bulan dibatalkan.

“Prospek pertumbuhan sektor ini tetap tangguh meski ada perlambatan,” ujar Christy.

 

Ia merekomendasikan beberapa saham konsumer seperti: ICBP (target harga: Rp14.000), INDF (Rp9.500), MYOR (Rp2.800), UNVR (Rp1.500).

 

Di tengah fluktuasi pasar, sejumlah saham yang layak dicermati pekan ini meliputi: AADI, CTRA, NCKL, HRUM, ESSA. Saham-saham tersebut dinilai memiliki fundamental kuat dan berpotensi menarik minat investor dalam jangka pendek hingga menengah.

 

Disclaimer:

Perlu diingat bahwa investasi di pasar saham selalu melibatkan risiko. Oleh karena itu, selalu lakukan penelitian Anda sendiri dan konsultasikan dengan penasihat keuangan profesional sebelum membuat keputusan investasi.

 

 

 

KOMENTAR