Kaum Intoleran Indonesia Musuhi China dan Rusia, Taliban justru Kerjasama dengan China, Kata Prof Hendropriyono

Hila Bame

Wednesday, 18-08-2021 | 09:44 am

MDN
Prof Dr AM Hendropriyono, Guru Besar Intelijen di Sekolah Tinggi Hukum Militer

 

Jakarta, INAKORAN

Selama beberapa minggu terakhir, China telah meningkatkan dukungan untuk rekonstruksi damai Afghanistan, mempertajam kritik terhadap mundurnya pasukan Amerika, mendukung bantuan keuangan ke Kabul dan mengadakan pembicaraan langsung dengan sembilan anggota delegasi Taliban Afghanistan – kepala kelompok militan negara itu – untuk mengomunikasikan pernyataan Beijing, garis merah dan harapan masa depan.

Menanggapi perkembangan negara Afghanistan hari-hari ini, Prof Dr AM Hendropriyono, Guru Besar Intelijen di Sekolah Tinggi Hukum Militer mengatakan Taliban di Aghanistan berbeda dengan kaum intoleran di Indonesia. 

Taliban walaupun mayoritas anggotanya tidak terpelajar, masih memegang teguh fikih Hanafi dan akidah Maturidiyah.

Keberadaan Al Qaeda sama sekali tidak mengubah pandangan akidah Taliban. Taliban tidak menjadi salafi-wahabi.

Taliban hanya memanfaatkan Al Qaeda dari sisi pendanaan serta kemampuan merakit persenjataan dan bahan peledak.


baca:  

Amerika Pergi, Beijing Mempererat pelukan dengan Afganistan

 


Sayangnya, hal ini tidak dipahami oleh kaum intoleran radikal di Indonesia yang menganggap bahwa Taliban memiliki akidah dan fikih yang sama dengan mereka, padahal tidak.

Kaum intoleran di Indonesia lalu memanfaatkan perkembangan Afghanistan demi memperkuat konsolidasi internal dengan menciptakan narasi-narasi kebanggan seolah-olah Taliban adalah bagian dari mereka. Padahal tidak. 

Karena itu kaum intoleran radikal di Indonesia jangan bangga dengan kemenangan Taliban. Karena Taliban tidak sama dengan mereka. Taliban masih memegang teguh madzhab fikih Hanafi yang dikafirkan oleh kaum intoleran radikal di Indonesia.

Tiongkok mendapatkan komitmen untuk meneruskan proyek pembangunan akses jalan tol dari Tiongkok ke Afghanistan kemudian tembus ke Pakistan.

Proyek ini merupakan bagian dari proyek ekonomi strategis One Belt One Road. Akses jalan ini akan mempermudah distribusi barang dan produk dari Tiongkok untuk memasuki pasar Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika. Selain itu, sumber daya alam berupa gas di Afghanistan akan dimanfaatkan untuk mendukung aktivitas perdagangan tersebut.

 

Tiongkok dan Rusia sejak tahun 2005 menghidupkan dan mengembangkan wacana keislaman dengan memperkuat madzhab fikih Hanafi, akidah Maturidiyah dan tarekat Naqsyabandiyah sebagai investasi sosial. Sikap ini dilihat oleh Taliban yang juga menganut madzhab fikih Hanafi, akidah Maturidiyah dan tarekat Naqsyabandiyah.

 

Kesamaan ini yang memperkuat komunikasi antara Taliban dengan Rusia dan Tiongkok sehingga Taliban tidak lagi melihat Tiongkok dan Rusia sebagai 'Musuh Umat Islam'.

Tidak seperti kaum intoleran di Indonesia yang masih menganggap Rusia dan Tiongkok sebagai ‘Musuh Umat Islam’. Hal ini karena mereka tidak mampu mengakses informasi langsung yang berbahasa asing baik itu Inggris, Arab, Urdu, Farsi dan Tiongkok. Mereka mempercayai narasi-narasi dari para tokoh mereka saja yang disebar di media-media sosial, tegas Jend. (Purn) Hendropriyono. 

Beijing  menyadari bahwa pengambilalihan penuh oleh Taliban dapat terwujud di Afghanistan. Dan karena itu ia bersedia mengakui kelompok itu sebagai “kekuatan militer dan politik yang penting”, selama ini berarti melindungi kepentingan ekonomi dan keamanannya di negara tersebut.

Pada  pertemuan Juli dari Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) Afghanistan Contact Group memperjelas beberapa hal: Bahwa China ingin memperluas profil ekonomi, perdagangan dan konektivitas Afghanistan di kawasan itu, dan bahwa ia berencana untuk mendukung rekonstruksi damai Kabul. dengan dukungan SCO.

Dalam tindak lanjut yang cepat, Beijing menyampaikan konfirmasi independen tentang pengembangan infrastruktur jalan dan jaringan pipa jangka panjang di Afghanistan.

Taliban sebenarnya adalah kalangan santri dan masyarakat menengah ke bawah yang berhimpun pada tahun 1994 dipimpin oleh Mulla Umar untuk memulihkan stabilitas keamanan dan sosial pasca hengkangnya Uni Soviet pada tahun 1992 di Afghanistan.


baca: 

Belanja Negara Wujudkan Indonesia Tangguh dan Bertumbuh

 


 

Taliban sendiri berarti pelajar agama atau santri. Saat ini anggota dan milisi Taliban tidak sedikit yang tidak mendalami agama secara mendalam. Bahkan merupakan pengangguran dari pedesaan dan pegunungan serta buta huruf.

Tidak heran jika milisi-milisi Taliban setelah menguasai Kabul bermain-main di fasilitas-fasilitas penting, bahkan fasilitas militer.

Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak memahami pentingnya berbangsa dan bernegara. Mereka hanya memahami pentingnya berkelompok, memperkuat kelompoknya dengan dalih agama dan rasa kesukuan.

Taliban dipahami bahwa mereka tidak memiliki rasa nasionalisme, hanya memiliki rasa kesukuan, yaitu suku Pusthun yang dibalut dengan narasi-narasi agama.


baca: 

Taliban menunjukkan wajah damai pada konferensi pers pertama di Kabul

 


Hingga saat ini, Presiden Afghanistan Asyraf Ghani belum menyatakan mundur dan masih merupakan kepala negara yang sah, walaupun posisinya belum diketahui. Perlu untuk diketahui bahwa Pemerintah Afghanistan tidak menginginkan adanya pertumpahan darah.

Sebenarnya, Presiden Asyraf Ghani memiliki kedekatan dengan Taliban karena pernah berkongsi dalam perdagangan hewan ternak, kambing dan domba, dengan mendiang Mulla Umar.

Masa depan Indonesia dan Pancasila

Menurut Prof. Hendropriyono, sebagai bangsa yang mengakui ideologi Pancasila sebagai landasan negara, bangsa Indonesia terutama pemuda dan penerus bangsa, perlu terus memegang teguh Pancasila sebagai landasan sikap, pikir dan daya dan pemersatu. 

Yang menentukan kesejahteraan Indonesia adalah bangsa Indonesia sendiri bukan orang lain. 

**)Dirankum dari berbagai sumber

KOMENTAR