Pengamat Hukum Nilai Masyarakat Butuh Keteladanan Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif saat Demokrasi Merosot

Jakarta, Inakoran.com
Demokrasi babak belur di pemilihan umum 2024. Aturan ditabrak di Mahkamah Konstitusi untuk membuka jalan bagi putra presiden, calon presiden yang pernah menculik aktivis lolos, adanya cawe-cawe presiden, dan dugaan kecurangan untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
Pengamat hukum Dr. Edi Hardum, S.IP., S.H., MH. menyebut demokrasi yang rusak akan berdampak buruk terhadap kehidupan bernegara.
BACA JUGA: Pengamat Hukum Duga Ada Rancangan Jahat Rezim untuk Memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres
Masyarakat akan semakin apatis pada hukum dan etika. Padahal dalam negara berdemokrasi, etika dan hukum sangat penting.
“Masyarakat tidak akan menghargai hukum, tipu muslihat akan dilakukan untuk meraih kemenangan,” terang Edi saat ditemui di Jakarta pada Sabtu (17/02/2024).
Edi khawatir Pemilu 2024 akan meninggalkan jejak yang buruk. Misalnya, hukum akan diinjak-injak dan dianggak bukan lagi sebagai panglima tertinggi.
“Saya pesimis (wajah demokrasi ke depannya), karena tidak menghargai etika, hukum akan diinjak, dan mudah direkaya oleh penguasa,” kata Edi.
Demokrasi tidak boleh dibiarkan tetap rusak. Oleh karena itu, niat baik dari semua pihak, terutama lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sangat dibutuhkan.
“Mesti ada good will dari tiga lembaga trias politica, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” terang Edi.
Edi menyinggung tiga hal penting di dalam hukum. Pertama, struktur hukum atau lembaga penegak hukum. Lembaga penegak hukum harus menjadi sapu yang bersih.
BACA JUGA: Aria Bima: Tidak Perlu Ada Pemilu Kalau Pelaksanaannya Semacam Ini
Kedua, substansi hukum, yakni Undang-undang yang harus mengedepankan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan hukum.
Ketiga, budaya hukum yang mesti ditaati masyarakat. Masyarakat menghargai hukum. Di sini dibutuhkan keteladanan, sehingga hukum bisa menjadi alat kontrol sosial.
“Agar hukum menjadi social engineering (kontrol sosial) harus ada keteladanan dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.”
Dosen Universitas Tama Jagakarsa itu menjelaskan anak muda dan kampus memiliki peran yang sangat penting untuk memperbaiki demokrasi.
“Anak-anak muda jangan apatis, harus berani kritik pemerintah. Agar bisa kritik, anak muda harus belajar sejarah untuk mengetahui masa lalu dan rekam jejak, sehingga tidak mudah ditipu,” terang Edi.
Suara-suara dari kampus juga sangat dibutuhkan. Edi berharap, jika demokrasi rusak, kampus tetap lantang menyuarakan kebenaran.
TAG#Politik, #Pilpres, #Demokrasi, #Indonesia, #Hukum, #Keadilan
192005537
KOMENTAR