Prabowo Terseret Isu Korupsi 12 Jet Tempur Bekas Jelang Pencoblosan

Sifi Masdi

Sunday, 11-02-2024 | 11:42 am

MDN
Capres Prabowo Subianto saat berkampanye di GBK [ist]

 

 

 

 

Jakarta, Inako

 

Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto terseret isu  korupsi terkait pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas jelang Pilpres 2024.

 

BACA JUGA: Tanya Jawab Ganjar dan Anies Soal Kampanye Akbar Terakhir: Jawaban Tak Terduga

 

Ketua Tim Pembela Prabowo, Gibran, dan Yusril Ihza Mahendra segera memberikan klarifikasi terkait isu ini. Menurut Yusril, isu korupsi yang menyeret Prabowo dalam pembelian jet tempur tersebut hanyalah sebuah hoaks besar yang dihasut menjelang hari pemilihan.

"Berita tersebut adalah hoaks terbesar yang dilakukan jelang pencoblosan tanggal 14 Februari 2024," tegas Yusril dalam keterangannya, Minggu (11/2/2024). Dia juga mengimbau masyarakat Indonesia untuk tidak mudah percaya pada berita yang tidak memiliki kredibilitas.

 

Menurut Yusril, isu ini merupakan bagian dari upaya pembusukan politik yang dilakukan untuk merusak kredibilitas Prabowo Subianto. Elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran diklaim sangat tinggi, sehingga tim lawan mencoba untuk mempengaruhi persepsi publik dengan berita palsu.

 

"Pembusukan politik mulai diembuskan untuk merusak kredibilitas Prabowo," ungkap Yusril.

 

BACA JUGA: Strategi PDIP: Ahok Jadi Amunisi  Serang Prabowo-Gibran Jelang Pencoblosan

 

Yusril juga menegaskan bahwa pembelian jet tempur bekas dari Qatar tidak pernah terlaksana karena keterbatasan anggaran negara. Meskipun perjanjian telah disepakati, pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk tidak jadi membeli jet tempur tersebut, tanpa ada sanksi yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.

 

 

 

 

"Pembelian jet tempur bekas dengan Qatar tidak pernah dilaksanakan karena keterbatasan anggaran negara. Tidak ada penalti apapun kepada pemerintah RI akibat pembatalan itu," jelas Yusril.

 

BACA JUGA: Kampanye Solo-Semarang: Pergeseran Era dari Jokowi ke Ganjar Pranowo

 

Yusril menambahkan bahwa pemerintah Qatar menginginkan pembayaran secara tunai, sementara pemerintah Indonesia berkeinginan mencicil pembeliannya. Untuk mengatasi perbedaan ini, pemerintah Indonesia menggandeng agen perusahaan dari Republik Czech. Namun, karena keterbatasan anggaran, akhirnya pembelian dengan cara utang tidak jadi dilaksanakan.


 

 

KOMENTAR