TPDI: Desak Mendikbud RI , Mendagri, Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI, beri perhatian Ekstra Intoleransi Sumbar

Hila Bame

Monday, 25-01-2021 | 07:38 am

MDN

 

Jakarta, INAKORAN

Petrus Selestinus, S.H., dari KETUA TIM TASK FORCE FORUM ADVOKAT PENGAWAL PANCASILA/FAPP & KOORDINATOR TPDI, mendesak Mendikbud RI Nadien Makarim, Mendagri, Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI, untuk memberi perhatian "ekstra" atas kasus intoleransi di SMKN II Sumatera Barat, demikian rilis yang  diterima INAKORAN.COM Senin, (25/1/21).

 

Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat bersama Forkopimda, harus bertanggung jawab atas perlakuan Lembaga Pendidikan Menengah Kejuruan Negeri atau SMKN (Negeri) II di Padang, Sumatera Barat yang mewajibkan Siswi Putri non Muslim mengenakan Jilbab di area sekolah pada jam sekolah di hari Senin sampai Jumat.

 

Kebijakan yang mewajibkan siswi non Muslim berjilbab, jelas menghalang-halangi  Anak untuk menikmati budayanya sendiri sekaligus mengekang kebebasan dan HAM siswi non Muslim yang oleh UU telah diberikan perlindungan secara berlapis mulai dari UUD 1945 hingga Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai aturan teknis.


BACA:  

Menteri Nadiem Tegaskan Segera Bebastugaskan Pejabat Intoleran di SMKN 2 Sumbar


Karena itu apa yang dilakukan oleh Penyelenggara Pendidikan di SMKN II Padang, Sumatera Barat, tidak hanya sekedar melanggar perbuatan yang dilarang oleh UU Perlindungan Anak, tetapi juga sudah melanggar Konstitisi dan HAM terlebih perbuatan itu dikualifikasi sebagai Intoleran dan persekusi Anak di Lembaga Pendidikan Publik yang seharusnya memberikan kenyamanan pada Anak.

PERBUATAN ANTI KENHINEKAAN.

Anehnya meskipun Peraturan yang mewajibkan Anak didik non Muslim di SMKN II Padang, mengenakan Jilbab pada jam dan hari Sekolah, merupakan peristiwa pelanggaran terhadap Hak Anak dan Ham seseorang dan sudah berlangsung cukup lama, namun tidak ada satupun pimpinan Forkopimda Provinsi Sumatera Barat, mengambil tindakan administratif dan hukum terhadap pihak Sekolah.

Ini menunjukan bahwa betapa Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi Sumatera Barat menutup mata terhadap perbuatan terlarang atau yang dilarang oleh UU Perlindungan Anak, bahkan perisitiwa ini bisa menjadi parameter untuk menduga bahwa sebagian besar ASN dan Aparat Forkopimda Sumbar sudah terpapar Intoleransi sebagai embrio Radikalisme dan Terorisme yang sudah lama terjadi.


BACA: 

Jokowi Centre Mengutuk Sikap Rasisme


Oleh karena itu, tanggung jawab atas peristiwa yang mengarah kepada sikap anti Kebhinekaan, Persekusi dan Intoleransi yang dilakukan oleh pihak SMKN II di Padang, tidak bisa hanya dipikul oleh Guru Sekolah dan Penyelenggara Sekolah, tetapi juga harus menjadi tanggung jawab kolektif seluruh Pimpinan dan Anggota Forkopimda di Provinsi Sumatera Barat, karena dinilai sebagai pembiaran.

MENDIKBUD, FORKOPIMDA HARUS BERTANGGUNG JAWAB.

Menteri Nadien Makarim, Gubernur, Kanwil dll. jangan hanya bisa salahkan Guru dan Pengelola Pendidikan dengan menyerukan ditindak, dipecat, dimutasi dll. Justru Menteri Nadien Makarim dan jajaran di bawahnya harus ikut bertanggung jawab, apa lagi peristiwa pemaksaan pemakaian Jilbab ini sudah menyangkut kohesivitas kebhinekaan masyarakat Minang di Padang dan di seluruh Indonesia.

Mendikbud RI Nadien Makarim, Mendagri, Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI, dll. harus memberi perhatian khsusus terhadap Sumatera Barat dalam soal ini, khususnya seluruh Pimpinan Forkopimda di Padang, jangan hanya jadi penonton. Dan kepada Pimpinan Sekolah dan Guru yang memaksa Anak didik non Muslim mengenakan Jilbab harus diproses pidana di samping sanksi administratif.

Pertanyaannya, mengapa peristiwa ini berlangsung sejak lama tetapi dibiarkan oleh aparat Forkopimda se Sumatera Barat, padahal peristiwa ini harus dilihat sebagai faktor penyebab Intoleransi, Radikalisme dll. berkembang biak secara sistimatis dan terstruktur di kalangan ASN dan Aparat Penegak Hukum, di sejumlah daerah karena merosotnya ketaatan terhadap Nilai Dasar ASN dan NKRI, sehingga diperlukan perhatian serius  Pemerintah Pusat.


 

KOMENTAR