Banyak Menteri Era Jokowi Tertangkap Korupsi, Ini Komentar Akademisi

Timoteus Duang

Friday, 08-12-2023 | 12:08 pm

MDN

 

JAKARTA, INAKORAN.COM

Dua periode pemerintahan belum selesai, sudah ada lima Menteri Jokowi yang tertangkap korupsi: Idrus Marham (Mensos), Imam Nahrawi (Menpora), Edhy Prabowo (MKP), Juliari Batubara (Mensos), dan Johnny Plate (Menkominfo).

 

Apa yang salah dengan sistem penunjukkan para pembantu presiden ini dan bagaimana persoalan ini dievaluasi?

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya Andi Setiawan menilai, hal ini terjadi karena pengangkatan Menteri Kabinet didasarkan pada kalkulasi dalam koalisi parpol pengusung.

“Ketika Menteri sebagai pembantu presiden diangkat oleh presiden berdasarkan hitung-hitungan dalam koalisi di pemilu, maka akan ada transaksi-transaksi yang bersifat untung rugi, baik bersifat personal, maupun kelompok,” ungkap Andi, Rabu (6/12/2023).

Baca juga: Indonesia Butuh Pemimpin yang Cepat dan Berani Lakukan Terobosan Baru dalam Penanganan Korupsi

Untuk mengatasi situasi ini, demikian Andi, presiden sebaiknya mengurangi jatah menteri dari partai politik dan memperbanyak jatah untuk kalangan profesional.

Senada, Akademisi dan Peneliti Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut, bagi-bagi porsi Kementerian terjadi karena Pemerintahan Presiden Jokowi meminggirkan cara berpolitik yang sehat.

Pemerintahan Jokowi terlalu berfokus pada pembangunan infrastruktur yang keberhasilannya diukur melalui statistik.

Baca juga: Akademisi Bivitri Susanti Ungkap Kemungkinan Terburuk Jika Politik Dinasti Menang di Pilpres 2024

Ukuran itu tidak mencerminkan kondisi masyarakat akar rumput, di mana gap antara yang kaya dan yang miskin makin melebar.

“Nah jadi karena ngincernya hanya itu (statistik pembangunan), segala cara dihalalkan, termasuk membagi-bagi misalnya porsi Kementerian” ungkap Bivitri usai Simposium Pemuda Indonesia di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (4/11/2023).

“Jadi, [penunjukkan pimpinan di] Kementerian bukan berdasarkan kemampuan mereka dan bukan ditujukan untuk melayani masyarakat, tapi benar-benar untuk merampoki uang dan fasilitas negara.”

 

KOMENTAR