Indonesia Butuh Pemimpin yang Cepat dan Berani Lakukan Terobosan Baru dalam Penanganan Korupsi

Timoteus Duang

Thursday, 07-12-2023 | 15:56 pm

MDN
Andi Setiawan, S.IP., M.Si, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya Malang. FOTO: Dok. pribadi Andi Setiawan

 

JAKARTA, INAKORAN.COM

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya Malang Andi Setiawan menyebut, praktik korupsi di Indonesia bisa dikurangi dengan memilih dan membentuk kepemimpinan yang amanah.

 

“Pemimpin yang amanah sesuai dengan koridor hukum dan agama bisa menjadi alternatif dalam mengurangi praktik korupsi,” ungkap Andi dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis (7/11/2023).

Selain kepemimpinan yang amanah, Andi juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang kuat dan berani untuk melakukan trobosan baru agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam pemberantasan korupsi.

“Pemimpin di masa yang akan datang harus berani melakukan terobosan agar tidak terjadi konflik kepentingan. Bisa jadi pemimpin harus sedikit otoriter untuk menunjukkan bahwa pemimpin di era yang sekarang tidak ada kompromi dan cepat dalam mengambil keputusan.”

Andi juga menyoroti kenyataan bahwa rata-rata politisi merupakan pebisnis sehingga terjadi konflik kepentingan yang memperbesar peluang melakukan korupsi.

Baca juga: IKN di Mata Gen Z Kalimantan: Ini Akan Jadi Representasi Bangsa yang Unggul

Karena itu, dibutuhkan kepemimpinan yang berintegritas dan tidak bisa dipengaruhi dalam pengambilan keputusan.

“Maka menurut saya diperlukan pemimpin yang kuat dalam pengambilan keputusan yang tidak tergantung dari saran-saran kelompok lain yang bisa jadi memperlambat dalam pengambilan keputusan,” pungkas Andi.Pemberantasan korupsi selalu menjadi prioritas dalam setiap era pemerintahan. Namun, praktik busuk korupsi selalu menjadi-jadi dari waktu ke waktu.

Pemberantasan korupsi selalu menjadi prioritas dalam setiap era pemerintahan. Namun, praktik busuk korupsi selalu menjadi-jadi dari waktu ke waktu. 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, beberapa waktu lalu menyebut, korupsi era sekarang jauh lebih buruk ketimbang praktik korupsi pada Orde Baru.

Baca juga: KPU Soal Usulan Debat Capres dalam Bahasa Inggris: Boleh, Tapi …

Pada masa Orde Baru, korupsi dilakukan ketika proyek-proyek pemerintah berjalan atau dieksekusi. Sedangkan masa sekarang, korupsi sudah dilakukan sejak anggaran disusun.

“Di masa sekarang, melalui pendekatan, perbincangan yang terjadi di lingkup legislatif, korupsi bahkan bisa dimulai sejak sebelum dana APBN disusun,” ucap Mahfud dikutip Jumat (7/12/2023).

Ditetapkannya Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus suap dan pemerasan, memperburuk citra pemerintah, khususnya dalam urusan pemberantasan korupsi.

Pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa ada intervensi Presiden Jokowi dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan Ketua DPR Setia Novanto, menegaskan hal yang sama.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Banyak Pejabat Takut Dikejar KPK, Pengamat: Presiden Jangan Ternak Terduga Koruptor

Namun, penetapan tersangka Firli Bahuri dan isu intervensi Presiden Jokowi bukanlah senjakala pemberantasan korupsi di Indonesia.

Pilpres 2024 menjadi moment yang tampan untuk memilih pemimpin yang berkomitmen kuat memberantas korupsi.

Memilih pemimpin yang amanah, berani, jujur, dan berintegritas, sebagaimana ditekankan Andi merupakan sebuah keniscayaan untuk memperkuat komitmen bersama memberantas korupsi.

 

KOMENTAR