Dedi Mulyadi dan Konsepsi Zakat Dalam Distribusi Keadilan Bernegara

Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan
JAKARTA, INAKORAN
Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat ternyata tidak hanya piawai dan taktis dalam terobosan kebijakan kebijakan publik tapi juga memiliki kapasitas intelektual memadai menerjemahkan konsep pajak dan zakat dalam distribusi keadilan bernegara.
Beragam sumber pendapatan negara/daerah diproyeksikan dikelola dengan pendekatan distribusi keadilan sosial berbasis "8 asnaf", yakni delapan golongan sosial yang berhak menerima zakat dalam Islam, disebut "Mustahik".
BACA:
MUI Tak Sepakat dengan Rencana Presiden Prabowo Bawa Pengungsi dari Palestina ke Indonesia
Dedi Mulyadi menyampaikan tanpa "teks" mengalir runtut tentang konsepsi zakat dalam distribusi keadilan bernegara tersebut dalam sambutan di hadapan ribuan jamaah sholat Iedul Fitri 1446 H, di lapangan Gedung sate, Bandung, lingkungan kantor Gubernur Jawa Barat,
Ia mengajukan pertanyaan reflektif : mengapa di zaman Nabi Muhamad hanya ada zakat tapi keadilan sosial bisa tercapai? Sedangkan kita dengan pungutan yang lebih banyak, dengan anggaran yang direncanakan melalui berbagai rapat, justru masih berkutat dalam ketimpangan dan kemiskinan?!
Sistem pungutan di negara ini berlipat lipat, membelit bahkan mencekik leher nafas kehidupan rakyat : mulai dari pajak, zakat, infaq dan sadaqah. Ironisnya, menurut Dedi mulyadi dengan pungutan yang berlapis lapis itu keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat justru makin jauh dari harapan.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa jika kita mengacu pada konsep zakat yang memiliki delapan golongan sosial penerima yang jelas (asnaf) maka dalam perspektif Dedi Mulyadi pengelolaan anggaran pun seharusnya bisa lebih berkeadilan.
Artinya, tata kelola anggaran negara tidak menguap begitu saja dan minus maslahat tetapi diletakkan dalam konstruksi keadilan distribusi secara proporsional untuk fakir, miskin, Amil, muallaf, riqab, gharim, fi sabililah dan Ibnu sabil (8 "asnaf")
"Kita telah melakukan kecurangan. Anggaran yang seharusnya menjadi alat distribusi kesejahteraan justru seringkali tersungkur di lorong lorong birokrasi yang penuh kepentingan", ujar Dedi Mulyadi sangat keras dalam sambutan Iedul Fitri di atas.
Gagasan tentang konsepsi zakat dalam distribusi keadilan sosial bernegara ini mengirim pesan mendasar bahwa tata kelola anggaran negara di semua level pemerintahan baik di pusat (APBN) maupun di daerah (APBD) bukan soal angka angka melainkan cerminan komitmen distribusi maslahat dari mentalitas pengelolanya.
Perspektif tata kelola anggaran berbasis pendekatan "8 asnaf" dalam pandangan Dedi Mulyadi lebih memberi ruang akses pemerataan bagi rakyat dalam memperoleh layanan pendidikan, kesehatan dan pekerjaan yang layak. Itulah konsepsi zakat dalam distribusi keadilan bernegara.
Dalam konstruksi itu maka kriteria sukses seorang pemimpin bukan an sich diukur dari cara menyusun proyek proyek mercusuar melainkan sejauh mana kebijakan negara menghadirkan manfaat nyata bagi rakyat, yaitu keadilan dan kesejahteraan.
Inilah amanat pembukaan UUD1945 bahwa negara harus hadir untuk "memajukan kesejahteraan umum" (infrastruktur, irigasi dan lain lain) dan "mencerdaskan kehidupan bangsa (pendidikan, kesehatan dan lain lain).
Dalam kaidah "fiqih politik", Imam Syafie merumuskan hal tersebut dalam sebuah prinsip "tashirruful imam 'ala Al roiyah manuthun bil maslahah", - tindakan dan kebijakan seorang pemimpin harus terikat out put nya bagi sebesar besarnya maslahat publik.
Memang tidak sederhana dan tidak mudah bagi Dedi Mulyadi sekali pun ia sebagai Gubernur Jawa Barat untuk menerapkan gagasannya sendiri tentang konsepsi zakat dalam tata distribusi keadilan bernegara.
Mentalitas kultural birokrasi sulit dirubah secara transformatif dan paradigmatik dalam waktu singkat. Hambatan regulasi dan aturan negara bukan saja rumit, tapi bertumpang tindih satu sama lain, tidak sinergis antar level struktur pemerintahan.
Akan tetapi perspektif dan keluasan khazanah keislaman Dedi mukyadi dalam menerjemahkan konsepsi zakat dalam distribusi keadilan bernegara setidaknya sebuah spirit tentang komitmen bahwa ia hadir memimpin Jawa Barat sungguh sungguh untuk maslahat publik dalam proporsi yang berkeadilan
Adalah tugas kita semua selanjutnya memberikan support , mengawal dan mengontrol kepemimpinan Dedi Mulyadi di Jawa barat untuk menunaikan janji janji politiknya dalam menghadirkan distribusi keadilan sosial secara proporsional mendekati spirit konsepsi zakat dalam Islam, sebuah keberpihakan affirmatif terhadap golongan yang lemah.
TAG#ADLAN, #DEDI MULYADI
194708230

KOMENTAR