Harga Minyak Dunia Kembali Naik: Dampak Keputusan OPEC+

Sifi Masdi

Tuesday, 05-11-2024 | 08:45 am

MDN
Ilustrasi pergerakan harga minyak [ist]

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah dunia mencatat kenaikan selama lima hari berturut-turut, didorong oleh keputusan Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) untuk menunda peningkatan produksi. Sentimen ini diperkuat oleh ketidakpastian menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) yang semakin memanas.

 

Pada pagi hari ini, Selasa (5/11) pukul 07.01 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik tipis ke US$71,50 per barel, menyusul kenaikan 2,85% sehari sebelumnya. Di sisi lain, harga minyak Brent berjangka mengalami kenaikan signifikan sebesar 2,7% dan mencapai US$75,08 per barel pada perdagangan kemarin. Tren kenaikan ini terjadi setelah pelemahan harga minggu lalu, di mana Brent sempat turun 4% dan WTI merosot 3%.

 

OPEC+ membuat keputusan penting untuk  memperpanjang pemangkasan produksi minyak sebesar 2,2 juta barel per hari (bph) hingga Desember. Semula, OPEC+ berencana meningkatkan produksi sebesar 180.000 barel per hari mulai Desember untuk meredakan pasar. Namun, melemahnya harga minyak serta permintaan global yang masih rendah mendorong organisasi ini untuk menahan diri.

 

Menurut Walt Chancellor, ahli strategi energi di Macquarie, penundaan ini menimbulkan keraguan terhadap komitmen OPEC+ untuk mengembalikan pasokan pada tahun 2025. Langkah ini juga dinilai dapat meredakan kekhawatiran akan potensi "perang harga" yang sebelumnya menjadi momok di pasar energi.

 

Sekretaris Jenderal OPEC, Haitham Al Ghais, menegaskan bahwa organisasi tersebut tetap optimis terhadap prospek permintaan minyak, baik dalam jangka pendek maupun panjang.

 

Keputusan OPEC+ ini berdampak besar pada volatilitas pasar minyak. CEO Eni, perusahaan energi asal Italia, menyebut bahwa langkah-langkah pemangkasan ini menghambat investasi dalam produksi baru. Di tengah upaya mengelola suplai, beberapa negara anggota OPEC terus meningkatkan produksi mereka. Libya, misalnya, kini mampu menghasilkan hampir 1,5 juta barel per hari setelah sebelumnya terhambat oleh krisis politik. Sementara itu, Iran juga mengumumkan rencana untuk meningkatkan produksi sebesar 250.000 barel per hari.

 


 

BACA JUGA:

Rekomendasi Saham Pilihan: Selasa, 5 November 2024

Harga Minyak Dunia Kembali Menguat: Di Atas US$ 70 per Barel

Harga Minyak Dunia Stabil: Stok Minyak AS Berkurang

Harga Minyak Dunia Naik Tipis di Tengah Konflik Timur Tengah

 


 

Dampak Pemilu AS

Pemilu presiden AS yang berlangsung hari ini (5/11) memberikan dampak besar pada pasar energi. Pertarungan ketat antara kandidat Demokrat Kamala Harris dan petahana dari Partai Republik, Donald Trump, membuat hasil pemilu tidak pasti. Investor global pun mengambil sikap wait and see, mengantisipasi perubahan kebijakan yang mungkin memengaruhi stabilitas ekonomi AS serta dampaknya terhadap pasar global.

 

Pemilu AS selalu menciptakan volatilitas pasar, dan kali ini tak terkecuali. Kebijakan energi kedua kandidat memiliki implikasi besar bagi pasar energi dunia. Harris dengan pendekatan transisi energi bersih dan Trump yang lebih proteksionis dapat mendorong dinamika berbeda di pasar minyak tergantung siapa yang menang.

 

Selain pemilu AS, ketegangan di Timur Tengah juga mengancam stabilitas harga minyak. Ketegangan meningkat setelah Israel menerima informasi intelijen bahwa Iran mungkin merencanakan serangan, yang memicu perhatian dari komunitas internasional. Menurut Dennis Kissler, wakil presiden senior di BOK Financial, ketegangan ini meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak dari wilayah tersebut.

 

Selain faktor politik, kondisi cuaca turut menjadi perhatian dalam beberapa hari terakhir. Badai tropis baru yang diperkirakan terbentuk di Karibia bisa mengancam produksi minyak lepas pantai di Teluk Meksiko, yang menjadi pusat produksi minyak utama AS. Perusahaan minyak Shell, misalnya, telah mengevakuasi personel yang tidak esensial dari enam anjungan mereka di wilayah tersebut sebagai langkah antisipasi.

 

Di sisi lain, para investor juga fokus pada keputusan Federal Reserve AS yang dijadwalkan minggu ini. The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada hari Kamis mendatang, yang diharapkan dapat meredakan beberapa tekanan ekonomi dalam negeri. Selain itu, China, sebagai salah satu konsumen minyak terbesar dunia, diperkirakan akan meluncurkan stimulus ekonomi tambahan untuk mendukung pertumbuhan ekonominya yang mulai melambat.

 

 

 

 

KOMENTAR