Harga Minyak Dunia Stagnan : Senin (14/4/2025)

Sifi Masdi

Monday, 14-04-2025 | 11:58 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak dunia cenderung bergerak stagnan pada perdagangan awal pekan ini, dipengaruhi oleh kombinasi sentimen pelonggaran tarif Amerika Serikat terhadap produk elektronik dan sinyal positif dari upaya diplomatik antara AS dan Iran.

 

Mengutip laporan Bloomberg, Senin (14/4/2025), harga minyak mentah Brent kontrak Juni turun tipis sebesar 0,3% ke level US$64,56 per barel di pasar Asia. Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei juga melemah 0,3% menjadi US$61,32 per barel.

 

Penurunan ini terjadi setelah pemerintah AS mengumumkan pengecualian tarif atas sejumlah produk elektronik seperti ponsel dan komputer pada akhir pekan lalu. Langkah tersebut dipandang sebagai sinyal awal pelonggaran dalam konflik dagang berkepanjangan antara AS dan China. Namun, Presiden Donald Trump segera menegaskan bahwa pelonggaran tarif itu bersifat administratif, bukan perubahan kebijakan menyeluruh, dan menegaskan kembali komitmennya untuk tetap memberlakukan tarif pada sektor tersebut.

 


BACA JUGA:

IHSG Dibuka Menguat Tipis ke Level 6.266,99 di Awal Pekan

Harga Emas Antam Stagnan, UBS Melonjak: Senin (14/4/2025)

Harga Minyak Kembali Melemah di Tengah Meningkatnya Tensi Perang Dagang AS-China

Bill Gates: Hanya Tiga Profesi Ini yang Akan Eksis dari Gempuran AI


 

Ketidakpastian kebijakan tarif AS sebelumnya telah menekan harga minyak dunia. Kontrak berjangka minyak sempat anjlok ke level terendah sejak 2021 karena kekhawatiran atas penurunan permintaan global akibat perlambatan ekonomi.

 

Di sisi lain, sentimen pasar juga dipengaruhi oleh keputusan mengejutkan OPEC+ yang mempercepat peningkatan pasokan minyak mentah. Langkah ini memperkuat tekanan pada harga minyak, meskipun terdapat harapan akan stabilisasi pasokan dari sisi diplomatik.

 

Harapan tersebut muncul dari pertemuan tingkat tinggi antara Amerika Serikat dan Iran yang berlangsung di Oman pada Sabtu lalu. Pertemuan ini merupakan yang pertama sejak 2022 dan menjadi awal dari rangkaian diskusi lanjutan dalam beberapa pekan mendatang. Jika berbuah positif, dialog ini berpotensi meredakan ketegangan geopolitik dan membuka jalan bagi peningkatan pasokan minyak ke pasar global, terutama ke negara konsumen utama seperti China.

 

Sementara itu, Menteri Energi AS, Chris Wright, menyampaikan optimisme bahwa harga energi selama masa jabatan Presiden Trump ke depan akan cenderung lebih rendah dibandingkan era pemerintahan sebelumnya.

 

"Di bawah kepemimpinan Presiden Trump selama empat tahun ke depan, kita hampir pasti akan melihat rata-rata harga energi yang lebih rendah dibandingkan dengan empat tahun terakhir pemerintahan sebelumnya," ujar Wright dalam pengarahan pers di Riyadh, dikutip dari Bloomberg.

 

Meski demikian, Wright menolak memberikan proyeksi harga spesifik. Ia menegaskan bahwa langkah-langkah seperti mengurangi hambatan investasi dan pembangunan infrastruktur energi akan membantu menurunkan biaya pasokan energi secara keseluruhan.

 

Sebagai perbandingan, Bloomberg mencatat bahwa harga rata-rata minyak mentah antara tahun 2017 hingga 2021 berada di kisaran US$83 per barel. Wright menyiratkan bahwa pendekatan kebijakan energi Trump akan lebih pro-pasar dengan mendorong efisiensi dan peningkatan produksi domestik.

 

Dengan berbagai faktor yang saling tarik-menarik ini, pasar minyak dunia diperkirakan akan tetap bergerak hati-hati dalam beberapa waktu ke depan, sembari menunggu kejelasan arah kebijakan dan hasil dari diplomasi energi yang sedang berlangsung.

 

 

 

KOMENTAR