Harga Minyak Menguat Tipis di Tengah Negosiasi Nuklir Iran

Sifi Masdi

Tuesday, 15-04-2025 | 11:17 am

MDN
Ilustrasi kilang minyak [ist]

 

 

Jakarta, Inakoran

Harga minyak mentah ditutup menguat tipis pada perdagangan Senin (14/4/2025), di tengah dinamika geopolitik dan ekonomi global. Pasar mencermati perkembangan terbaru dari negosiasi nuklir Iran serta langkah Amerika Serikat dalam perang dagang yang masih berlangsung.

 

Mengutip Bloomberg, Selasa (15/4/2025), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei naik tipis sebesar 3 sen menjadi US$61,53 per barel di New York. Sementara itu, minyak Brent kontrak Juni menguat 12 sen ke level US$64,88 per barel.

 

Faktor Pendorong Pasar

Salah satu katalis positif datang dari keputusan Presiden AS Donald Trump yang menunda pengenaan tarif impor terhadap sejumlah barang elektronik. Langkah ini sempat memberikan sentimen positif bagi pasar komoditas, termasuk minyak.

 


BACA JUGA:

Harga Emas Melemah Usai Trump Longgarkan Tarif Impor Barang Elektronik dari China

Harga Minyak Dunia Stagnan : Senin (14/4/2025)

IHSG Dibuka Menguat 1,15% ke Level 6.441,64

Rekomendasi Saham Pilihan: Selasa (15/4/2025)


 

Namun, ekspektasi inflasi konsumen AS yang meningkat justru menimbulkan kekhawatiran bahwa suku bunga akan tetap tinggi dalam jangka waktu lebih lama, sehingga menekan harga kontrak berjangka minyak.

 

Pasar juga mencermati hasil pertemuan antara AS dan Iran yang digelar pada Sabtu lalu. Pertemuan ini merupakan dialog tingkat tinggi pertama sejak 2022, dan disebut oleh kedua pihak sebagai “konstruktif”. Harapan pun muncul bahwa ketegangan terkait program nuklir Iran dapat mereda, membuka peluang kembalinya ekspor minyak dari negara anggota OPEC tersebut. Kedua negara sepakat untuk melanjutkan pembicaraan ke tahap berikutnya.

 

Proyeksi Pasar

Di sisi lain, prospek permintaan minyak global terus direvisi ke bawah. OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan konsumsi tahunan sebesar 100.000 barel per hari, mengikuti langkah serupa dari Badan Informasi Energi AS (EIA).

 

Lembaga keuangan besar juga menyesuaikan pandangannya. JPMorgan Chase & Co. kini memproyeksikan harga minyak Brent hanya akan mencapai US$66 per barel sepanjang tahun ini. Sentimen pasar turut terbebani oleh kekhawatiran resesi global akibat ketegangan dagang AS-Tiongkok serta keputusan OPEC+ yang mempercepat pemulihan produksi.

 

Tim analis Goldman Sachs yang dipimpin oleh Daan Struyven bahkan memperkirakan akan terjadi surplus pasokan minyak sebesar 800.000 barel per hari sepanjang 2025. Dalam risetnya, mereka memperkirakan harga rata-rata Brent hanya akan bertahan di kisaran US$63 per barel.

 

Pelemahan harga minyak mencerminkan tekanan yang lebih luas di pasar global. JPMorgan mencatat adanya arus keluar dana dari pasar minyak dan bahan bakar mencapai US$2 miliar dalam sepekan hingga 11 April. Kondisi ini diperparah oleh penurunan yang tidak biasa pada dolar AS dan obligasi pemerintah—dua instrumen yang biasanya menjadi pelarian investor saat terjadi ketidakpastian.

 

 

 


 

KOMENTAR